PIKIRAN RAKYAT - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti menilai, pembatasan pembelian bahan pokok seperti gula, beras, minyak goreng, dan mi instan justru akan mendorong konsumen melakukan aksi panic buying.
Hal itu terjadi karena mereka menganggap ketersediaan bahan pokok terbatas di pasaran.
"Adanya pembatasan transaksi pangan bukannya menstabilkan pasar. Hal itu justru bisa menjadi alasan konsumen membeli komoditas pangan melebihi jumlah yang sesungguhnya mereka butuhkan," kata dia sebagaimana dilaporkan Antara, Jumat 20 Maret 2020.
Ira menilai, selain membuat konsumen panik, adanya larangan itu membuka kemungkinan terjadinya tindakan diskriminatif di toko berbeda.
Misalnya, ritel yang beroperasi di bawah asosiasi bisa saja mematuhi pembatasan. Namun, tidak patuh kepada toko lain yang tidak berada di bawah asosiasi. Hal itu akan merugikan konsumen. Tidak hanya itu, perubahan harga banyak terjadi di pasar tradisional.
Menurut data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), sejak 31 Desember 2019, Pemerintah Tiongkok melaporkan munculnya kasus virus corona, tidak ada perubahan harga di pasar modern untuk Beras Kualitas Bawah II maupun Super I, masing-masing masih dijual seharga Rp 15.600 dan Rp 20.750.
Akan tetapi, ada kenaikan harga cukup signifikan di pasar tradisional sejak 31 Desember hingga hari ini. Beras Kualitas Bawah II naik 5,58 persen dan Beras Kualitas Super I naik 4,20 persen.
Baca Juga: Dokter Ignaz Semmelweis, Pelopor Cuci Tangan yang Jadi Google Doodle Hari Ini