EKSKLUSIF: Voice of Baceprot, ‘Berisik’ Melawan Stigma Sejak Belia

- 8 Mei 2020, 03:20 WIB
VOICE of Baceprot.*
VOICE of Baceprot.* /DOK. VOICE OF BACEPROT/

PIKIRAN RAKYAT - Bak intan terkubur gunung yang diangkat ke permukaan, tiga perempuan Garut yang mengatasnamakan diri Voice of Baceprot kini menjadi perbincangan di jagat maya.

Sangat beralasan pula jika saat ini Voice of Baceprot disebut sudah cukup mendunia.

Selasa 5 Mei 2020, Voice of Baceprot dipuji Flea, pembetot bas Red Hot Chilli Peppers di Twitter. Berselang beberapa hari, giliran gitaris Rage Against The Machine yang menyanjung penampilan Voice of Baceprot.

Voice of Baceprot merupakan band metal yang terdiri atas Firdda Kurnia, Widi Rahmawati, dan Euis Siti. Ketiganya kaget ketika tahu Flea mengomentari penampilan mereka.

Widi, pemain bas Voice of Baceprot sangat mengidolakan Flea. Perempuan kelahiran 3 Desember 2001 itu senang ketika Flea akhirnya menyadari bahwa Widi dan personel Voice of Baceprot lainnya ada, bernapas, dan hidup di bumi yang sama.

Baca Juga: Pertama Kali Syuting Film di Luar Angkasa, NASA Gandeng Aktor Tom Cruise

Flea memberi pujian atas penampilan Voice of Baceprot saat membawakan lagu Red Hot Chilli Peppers ,Coffee Shop dari album One Hot Minute yang rilis pada 1995.

Voice of Baceprot membawakan lagu itu di @America, Pasific Place, Jakarta pada 2018. Di acara yang sama, mereka juga berkolaborasi dengan gitaris Gigi, Dewa Budjana.

Dua tahun berturut-turut, Voice of Baceprot tampil di tempat tersebut. Saat pertama kali manggung di sana, penggemar Voice of Baceprot yang dsiebut Balaceprot bahkan diberi fasilitas bus untuk berangkat ke Jakarta.

Voice of Baceprot terbentuk pada 2014 saat ketiga personelnya masih duduk di kelas 8 MTs.

VOICE of Baceprot.*
VOICE of Baceprot.*

Voice of Baceprot sempat tiga kali hampir dibubarkan oleh sang pencetus band, Erza Eka Susila yang saat itu masih berstatus guru bimbingan dan konseling di MTs Al-Baqiyatussolihat, tempat para personel Voice of Baceprot sekolah.

"Begitu saya bubarkan, mereka ngotot," kata Erza kepada Pikiranrakyat-bekasi.com.

Ada banyak alasan mengapa Erza memutuskan membubarkan band itu. Salah satunya karena stereotip band metal yang terpatri di kepala masyarakat.

Baca Juga: Didi Kempot, Ambyar Tak Jogeti dan Cerita Soal Konser Terakhirnya Lawan Corona

"Saya bukan tidak percaya, saya bubarkan mereka karena kasihan. Maksudnya, anak sekecil itu harus berkonfrontasi dengan keluarga, sekolah, dan lingkungan," ujar dia.

Erza mengatakan, dengan mempertahankan Voice of Baceprot, Fiddi, Widi, dan Euis harus siap menghadapi stigma.

"(Stigma karena) stereotip lingkungan, stereotip mereka sebagai perempuan kampung, stereotip mereka sebagai perempuan, sebagai anak kampung, sebagai yang bukan dari keluarga musisi, dari keluarga yang tidak mapan dari segi ekonomi," katanya.

Akan teapi, Voice of Baceprot membuktikan bahwa mereka bisa bertahan di tengah badai cibiran. Sikap ngotot mereka mempertahankan band dibuktikan dengan berlatih keras.

"Sampai tidak jajan untuk bisa ikut festival," kata Erza. 

"Saya tidak punya alasan untuk tidak yakin ketika melihat orang seperti itu (personel band)," tutur dia.

Berani berbuat

"Meski tak seperawan Maria, aku bukan budak busuk otakmu. Meski tak seperawan Maria, akulah merdeka, merdekalah seutuhnya."

Penggalan lagu Perempuan Merdeka Seutuhnya (PMS) dari Voice of Baceprot itu seakan menggambarkan kondisi dan perasaan mereka yang sebenarnya.

Hidup dan tumbuh di tengah masyarakat patriarki, Voice of Baceprot lahir untuk menyuarakan keadilan gender.

"Karena kami sebetulnya perempuan korban patriarki," kata Firdda, vokalis sekaligus gitaris Voice of Baceprot.

"Selama bermusik, sekarang itu kalau ada orang memmuji, mereka bilang, 'Ah, untuk ukuran cewek, ini bagus.' Kenapa harus begitu?" tanyanya retoris.

Dengan tekad dan mimpinya, ketiga personel asli Garut yang kini berusia 19 dan 20 tahun itu ingin menghapus stigma bahwa bermusik dan berkarya yang tak bisa dilakukan oleh perempuan, apalagi masih kecil dan berhijab.

Baca Juga: Temukan Bukti Konspirasi Covid-19, Jerinx: RS di Luar Negeri Kosong, Kata Teman Saya

"Kami juga lebih fokus ke isu-isu kemanusiaan, kritik sosial. Sistem pendidikan juga kami kritik," kata Widi.

Erza bercerita bahwa Firdda, Widi, dan Euis sudah sejak lama berani mengkritik kondisi dan situasi di sekolah yang tidak beres seperti guru yang malas mengajar atau kewajiban mengajar yang hanya diisi dengan tugas mencatat materi.

Ketiganya menuangkan kritik melalui majalah dinding sekolah.

Enam tahun bermusik bersama, ketiga perempuan itu kini ingin menegaskan eksistensinya sebagai "remaja yang berani berbuat" lewat karya.

Dalam beberapa tahun belakangan, nama Voice of Baceprot tak asing di telinga para pecinta musik metal.

Bahkan 88rising turut mengundang mereka bermain di tur Head In The Clouds 2020 Jakarta bersama Rich Brian dan musisi-musisi lainnya di bawah naungan 88rising. 

Karena pandemi virus corona, acara itu ditunda hingga waktu yang belum pasti. Namun, manajemen Voice of Baceprot mendapat kabar bahwa tur akan digelar September 2020.   

Ada apa dengan Baceprot?

Ada fakta menarik tentang nama Voice of Baceprot. Awalnya mereka dinamai sebagai Voice of Baqitot, mengacu kepada nama sekolah mereka, MTs Al-Baqiyatussolihat.

Nama itu dicetuskan Erza. Kata baceprot dicomot dari bahasa Sunda yang artinya berisik, menggambarkan ketiga personel band itu yang memang “berisik” mengkritik berbagai hal di sekolah.

"Sebetulnya, baceprot itu konotasinya jelek kalau di bahasa Sunda. Namun bagi saya, diksi itu justru banyak muncul dari hal-hal yang ringan, santai tapi lugas tersampaikan," kata Erza.

"Bagi saya, orang-orang yang baceprot adalah orang-orang yang berani menyampaikan sesuatu. voice of baceprot itu suara anak-anak yang berisik, tapi berisiknya megkritik," tutur dia. 

Band awalnya terbentuk ketika Erza hendak menggelar pertunjukan drama musikal. Namun, Firdda, Widi, dan Euis tak bisa beradu akting sehingga ketiganya diarahkan untuk bermain musik.

"Tiba-tiba mereka jadi lebih suka bermusik, saya saja kaget. Mereka dari nol belajar, dua minggu berlatih, perkembangannya luar biasa, sampai sekarang," kata Erza.

Euis, penabuh drum Voice of Baceprot bercerita, awalnya, drum yang dia gunakan latihan adalah drum rakitan peralatan marching band buatan Erza.

Dalam waktu dua minggu, Euis mampu menguasai lagu dan dalam waktu lima hari bisa mulai menyesuaikan diri dengan drum asli.

Jika memperhatikan lagu-lagu yang mereka mainkan di atas panggung, jelas butuh kemampuan mumpuni untuk membawakannya.

Di kanal Youtube Voice of Baceprot, terdapat dokumentasi pementasan mereka saat membawakan lagu-lagu seperti Evenflow milik Pearl Jam, P.L.U.C.K (Politically Lying, Unholy, Cowardly Killers) dari System of a Down, Psychosocial-nya Slipknot, dan Testify dari Rage Against The Machine.

Saat ini, Erza mengatakan, ketika permintaan manggung berkurang karena pandemi virus corona, Voice of Baceprot menyibukan diri dengan memantapkan materi, membuat lagu, membuat aransemen, dan mengelola media sosial seperti Instagram, Twitter, Facebook, dan Youtube agar lebih dekat dengan penggemar. 

Kepada Balaceprot, Firdda, Widi, dan Euis berpesan,"Kami benar-benar nggak bisa kayak gini tanpa mereka (Balaceprot). Mereka sumbangan energi terbesar bagi kami."***

 

Editor: Yusuf Wijanarko


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah