China Keluarkan Kebijakan Terbaru di 2021, Indonesia Berpotensi 'Terkubur' Sampah Dunia

- 13 Desember 2020, 14:47 WIB
Ilustradi timbunan sampah.
Ilustradi timbunan sampah. /Pixabay /Pixabay

PR BEKASI - Mulai 1 Januari 2021, pemerintah China akan menutup pintunya untuk semua impor limbah setelah sebelumnya pada 2018 lalu negeri tirai bambu mengeluarkan kebijakan yang melarang impor 24 jenis limbah termasuk limbah plastik.
 
Kebijakan tersebut membuat negara-negara pengekspor limbah utama dunia seperti Amerika Serikat, Australia, dan negara di Eropa akan memilih kawasan Asia Tenggara yang terdiri dari Indonesia, Thailand, dan Vietnam, untuk tujuan baru ekspor limbah mereka.
 
Namun, tiga negara tersebut dengan cepat menjadi kewalahan dengan volume sampah yang diterima dari negara-negara tersebut dan mulai memberlakukan larangan dan pembatasan atas impor limbah.

Baca Juga: Cerca Berbalas Karya, Kekeyi Rilis Lagu Queen Pentol untuk Semangati Diri dan Orang Lain 

Dengan pengumuman terbaru China tentang larangan impor limbah menyeluruh, kekhawatiran telah muncul tentang dampaknya terhadap kawasan Asia Tenggara, yakni kapasitas pengelolaan limbah yang terbatas biasa terjadi.
 
Menurut Novrizal Tahar, direktur pengelolaan limbah padat di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pemerintah tidak dapat mengimpor limbah umum dan limbah beracun yang berbahaya dari luar negeri karena undang-undang melarang negara untuk melakukannya.
 
Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari SCMP, undang-undang hanya mengizinkan impor bahan limbah yang dapat didaur ulang, dengan pengotor maksimum pada bahan bekas impor dibatasi pada 2 persen.
 
Pemerintah Indonesia menargetkan industri plastik dalam negeri dapat memproduksi bahan bekas sendiri tanpa harus mengimpor dari tempat lain pada tahun 2026, sementara tujuan yang sama untuk industri kertas akan tercapai pada tahun 2030.

Baca Juga: Buron 18 Tahun, Aktor Penting Kasus Bom Bali I Berhasil Ditangkap Densus 88 Antiteror

“Tapi tidak bisa (semudah) membalikkan telapak tangan. Ada ekosistem yang harus disiapkan, sampah bisa ditambah, masyarakat juga harus didorong untuk memilah sampah,” kata Novrizal Tahar yang juga menyoroti kendala pengelolaan sampah di Indonesia.
 
Indonesia, yang memanfaatkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dalam sistem pengelolaan sampahnya, telah berhasil mengolah sekitar 80 persen dari total sampah domestik, dengan pemerintah menargetkan 100 persen sampah akan diproses pada tahun 2025.
 
Menurut Aretha Aprilia, manajer proyek di CDM Smith, sebuah perusahaan konstruksi dan teknik swasta global di bidang lingkungan, air, energi, transportasi, dan fasilitas, hampir setiap kota di Indonesia memiliki TPA sendiri.
 
“Untuk kondisi seperti Indonesia, yang paling tepat adalah bikin sanitary landfill dulu step by step; ambil langkah kecil karena kalau mau terjun langsung ke (teknologi) waste to energy, kemampuan finansial kita masih kurang,” katanya.

Baca Juga: Waspada Liburan pada Musim Penghujan, Dokter Spesialis Kulit Sarankan Hal Ini

Sementara itu, menurut Danny Marks ahli kebijakan lingkungan asal Universitas Dublin, mengatakan bahwa daur ulang sampah berdampak buruk bagi ekonomi Asia Tenggara karena dampak negatifnya terhadap manusia dan lingkungan sekitarnya.
 
“Ini dapat menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang dari polusi udara yang disebabkan oleh pabrik daur ulang. Tapi juga polusi plastik di laut bisa merusak pariwisata,” kata Danny Marks.
 
Pria yang telah bertahun-tahun melakukan penelitian tentang tata kelola lingkungan di Asia Tenggara tersebut mengatakan hal tersebut telah berkontribusi pada memburuknya air limbah di dekat Bangkok, yang merusak produksi budidaya perikanan di hilir
 
Dia menambahkan bahwa pandemi Covid-19 telah mengurangi separuh permintaan plastik daur ulang di wilayah tersebut, karena resesi ekonomi telah mengurangi permintaan minyak, yang pada gilirannya menurunkan harga plastik baru.

Baca Juga: Edy Mulyadi Sanggah Video Pengakuan Saksi di KM 50 yang Klaim Telah Dibayar Olehnya

“Mengingat permintaan yang lebih rendah ini ditambah banyak efek merusak dari daur ulang limbah, akan masuk akal bagi negara-negara Asia Tenggara untuk mengikuti jejak China dan juga mengadopsi larangan impor semua limbah,” katanya.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: SCMP


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x