Dinilai Kian Mengkhawatirkan, Media Australia Desak Indonesia Hentikan Penebangan Hutan di Papua

- 6 April 2021, 19:01 WIB
Media Australia mendesak Pemerintah Indonesia menghentikan penebangan hutan di wilayah Papua yang semakin mengkhawatirkan.
Media Australia mendesak Pemerintah Indonesia menghentikan penebangan hutan di wilayah Papua yang semakin mengkhawatirkan. /Red Monitor

PR BEKASI – Media Asing asal Australia, Mirage News baru-baru ini menyoroti kasus penebangan hutan di wilayah Papua yang semakin mengkhawatirkan.
 
Berdasarkan laporan terbaru dari kelompok pecinta lingkungan Greenpeace International, mereka mendesak Pemerintah pusat maupun daerah untuk menghentikan penebangan hutan yang rencananya dijadikan perkebunan sawit
 
Sejak tahun 2000, luas kawasan hutan yang dibebaskan untuk perkebunan di Provinsi Papua mencapai hampir 1 juta hektare yang diketahui hampir dua kali luas pulau Bali.
 
“Hampir tidak mungkin bagi Indonesia untuk memenuhi komitmennya dalam Perjanjian Paris jika sekitar 71,2 juta ton karbon hutan Papua dijadikan perkebunan sawit,” dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Mirage News.

Baca Juga: Bupati Bekasi: Ada Sekitar 942.333 Keluarga Ikuti Program Pendataan Keluarga 2021

Baca Juga: Bukan Lagi 3 Periode, Vladimir Putin Bisa Jadi Presiden Rusia hingga 2036 setelah UU Baru Ditandatangani

Laporan tersebut menemukan pelanggaran sistematis terhadap peraturan perizinan karena perkebunan didorong ke dalam kawasan hutan.
 
Lebih buruk lagi, langkah-langkah perlindungan hutan dan lahan gambut yang diperkenalkan oleh Pemerintah Indonesia belum menghasilkan reformasi yang dijanjikan dan terhambat oleh implementasi yang buruk dan kurangnya penegakan hukum.
 
“Faktanya, pemerintah Indonesia hanya dapat mengambil sedikit pujian atas penurunan deforestasi di Indonesia baru-baru ini,” tulis Mirage News.
 
Sebaliknya, dinamika pasar, termasuk tuntutan konsumen untuk menanggapi hilangnya keanekaragaman hayati, kebakaran, dan pelanggaran HAM atas perkebunan sawit, yang sebagian besar bertanggung jawab atas penurunan tersebut.
 
Sayangnya, dengan melonjaknya harga minyak sawit dan kelompok-kelompok perkebunan memegang banyak lahan hutan yang belum dibuka di Papua Barat, yang dikhawatirkan bencana mungkin terjadi.

Baca Juga: Akun Setneg Unggah Nikahan Atta-Aurel, Okky Madasari: Ketidaksetaraan Hukum Dipertontonkan Tanpa Rasa Malu 

Pandemi Covid-19 hanya memperburuk situasi ketika pemerintah memperkenalkan UU Omnibus Law kontroversial tentang Penciptaan Lapangan Kerja.
 
“UU tersebut dirancang oleh kepentingan oligarki untuk membongkar perlindungan lingkungan dan tenaga kerja,” katanya.
 
Selain itu, tidak ada kemajuan dalam pengakuan hak-hak masyarakat adat.

Hingga saat ini, tidak ada komunitas adat di Papua Barat yang berhasil mendapatkan pengakuan hukum formal dan perlindungan atas tanah mereka sebagai Hutan Adat.
 
Sebaliknya, mereka telah melihat tanah mereka diserahkan kepada perusahaan tanpa persetujuan bebas dan diinformasikan sebelumnya.

Baca Juga: Promo Menarik PLN di Bulan Ramadhan, Ada Diskon Biaya Tambah Daya Listrik bagi Kriteria Pelanggan Ini

Baca Juga: Korea Utara Mundur di Olimpiade 2021, Pupus Harapan Korea Selatan untuk Kembali Bicarakan Perdamaian 

Halaman:

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Mirage News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x