Tim Sepak Bola Perempuan Afghanistan Kabur ke Pakistan

- 16 September 2021, 11:03 WIB
Ilustrasi.  Tim sepak bola wanita Afghanistan melarikan diri ke Pakistan.
Ilustrasi. Tim sepak bola wanita Afghanistan melarikan diri ke Pakistan. /REUTERS/Kevin Lamarque

PR BEKASI - Anggota tim nasional sepak bola wanita Afghanistan telah melarikan diri melintasi perbatasan ke Pakistan, sebulan setelah Taliban kembali berkuasa.

Menurut Menteri Informasi Pakistan Fawad Chaudhry, para pemain sepak bola Afghanistan ini memasuki Pakistan melalui perbatasan barat laut Torkham.

Selain itu, mereka juga membawa dokumen perjalanan yang sah.

Baca Juga: Ekspor Indonesia ke Afghanistan Melejit usai Taliban Berkuasa, Nahra: Beneran Mau Dagang Sama 'Teroris'?

"Kami menyambut tim sepak bola Wanita Afghanistan, mereka tiba di Perbatasan Torkham dari Afghanistan. Para pemain memiliki Paspor Afghanistan yang valid, visa Pakistan dan diterima oleh Nouman Nadeem dari PFF (Federasi Sepak Bola Pakistan)," cuit Fawad Chaudhry pada Rabu, tanpa memberikan rincian lebih lanjut yang dikutip oleh Pikiranrakyat-Bekasi.com pada Kamis, 16 September 2021 dari Al Jazeera.

Tidak jelas berapa banyak pemain wanita Afghanistan dan anggota keluarga mereka yang diizinkan masuk ke Pakistan.

Namun, surat kabar The Dawn Pakistan pada hari Rabu melaporkan para pesepakbola wanita Afghanistan diberikan visa kemanusiaan darurat setelah pengambilalihan Kabul oleh Taliban.

Baca Juga: Hoaks Kematian Abdul Ghani Baradar Tersebar, Pendiri Taliban: Tolak Semua Kebohongan Itu

Penguasa baru Afghanistan, yang melarang perempuan bermain semua olahraga selama pemerintahan pertama mereka pada 1990-an, telah mengindikasikan bahwa perempuan dan anak perempuan akan menghadapi pembatasan dalam bermain olahraga.

Kemudian, seseorang yang dekat dengan tim mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa sekelompok pemain junior dan pelatih serta keluarga mereka telah mencoba melarikan diri dari negara itu bulan lalu tetapi serangan bom yang menghancurkan di bandara Kabul membuat mereka terdampar.

"Saya menerima permintaan untuk penyelamatan mereka dari LSM lain yang berbasis di Inggris, jadi saya menulis surat kepada Perdana Menteri Imran Khan yang mengeluarkan izin bagi mereka untuk mendarat di Pakistan," kata Sardar Naveed Haider, seorang duta besar LSM pembangunan global Football for Peace, yang berbasis di di London.

Baca Juga: Taliban Minta Perempuan Kenakan Burqa, Perempuan Afghanistan: Penghapusan Identitas

Secara total, lebih dari 75 orang melintasi perbatasan utara pada hari Selasa, sebelum melakukan perjalanan ke selatan ke kota Lahore di mana mereka disambut dengan karangan bunga.

"Mereka akan bepergian dan tinggal di Lahore sampai mereka melangkah lebih jauh," kata wakil presiden PFF Amir Dogar.

Gadis-gadis yang bermain untuk tim U-14, U-16 dan U-18 melintasi perbatasan darat dengan mengenakan burqa, kata Haider, sebelum mereka kemudian berubah menjadi jilbab.

Baca Juga: Nasib Janda di Afghanistan di Bawah Kekuasaan Taliban, Diskriminasi dan Tak Boleh Hidup Mandiri

Menurut laporan tersebut, para pesepakbola pada akhirnya diharapkan untuk melakukan perjalanan ke ibukota Qatar, Doha.

Selain itu seorang pejabat senior Taliban juga mengatakan kepada media Australian bahwa 'tidak perlu' bagi perempuan untuk bermain.

Tetapi pada hari Selasa, Bashir Ahmad Rustamzai, direktur jenderal baru Afghanistan untuk olahraga, mengatakan para pemimpin tingkat atas Taliban masih memutuskan.

Baca Juga: Satu Bulan Taliban Berkuasa, PBB Ungkap 38 Juta Warga Afghanistan Rentan Alami Kemiskinan pada 2022

Perdana Menteri Pakistan Imran Khan adalah mantan bintang kriket internasional dan pahlawan olahraga di kalangan orang Pakistan.

Puluhan ribu warga Afghanistan telah meninggalkan negara itu sejak Taliban merebut kekuasaan, karena takut akan serangan balasan atau penindasan.

Pekan lalu, Taliban mengumumkan pemerintahan sementara yang semuanya laki-laki untuk Afghanistan yang diisi dengan veteran dari kekuasaan garis keras mereka dari tahun 1990-an dan pertempuran 20 tahun melawan koalisi pimpinan Amerika Serikat.

Langkah itu tampaknya tidak mungkin memenangkan dukungan internasional yang sangat dibutuhkan para pemimpin baru untuk menghindari krisis ekonomi dan kemanusiaan.***

Editor: Elfrida Chania S

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x