Siswa mungkin lebih aman di rumah, tetapi ketersediaan komputer, ponsel, dan internet, serta kualitas pendidikan yang tidak merata, adalah salah satu tantangan yang terus mereka hadapi.
Di Filipina, beberapa anak dipaksa naik ke atap hanya untuk mendapatkan sinyal internet.
Pada bulan Juni lalu, Presiden Rodrigo Duterte menolak proposal untuk mengizinkan kelas tatap muka dilanjutkan di beberapa daerah.
"Saya tidak bisa bertaruh pada kesehatan anak-anak," katanya.
Dalam sebuah laporan yang dirilis pada April lalu, Bank Pembangunan Asia memperkirakan penutupan sekolah yang berlangsung lebih dari satu tahun sehingga dapat memangkas pendapatan di masa depan.
Yakni di antara para siswa di kawasan itu mendapatkan sebanyak 1,25 triliun dolar AS, atau setara dengan 5,4 persen dari PDB pada tahun 2020.
Baca Juga: UNICEF: 100 Ribu Lebih Anak di Ethiopia Berisiko Meninggal Akibat Kekurangan Gizi
UNICEF dan mitranya akan menutup saluran digital mereka selama 18 jam pada hari Kamis untuk menarik perhatian pada krisis.
"Ini adalah krisis yang tidak akan kami biarkan dunia mengabaikan," kata Fore dari UNICEF.