Pelajar Muslim Dilarang Berjilbab, Presiden Prancis: Islam Sedang Alami Krisis di Seluruh Dunia

- 3 Oktober 2020, 12:50 WIB
Presiden Prancis, Emmanuel Macron saat mencalonkan dirinya menjadi presiden pada 2016 lalu.
Presiden Prancis, Emmanuel Macron saat mencalonkan dirinya menjadi presiden pada 2016 lalu. /AFP

PR BEKASI - Presiden Prancis, Emmanuel Macron telah mengumumkan sebuah rencana untuk membela nilai-nilai sekuler Prancis terhadap apa yang disebutnya sebagai "radikalisme Islam", dengan mengatakan bahwa agama Islam saat ini dalam keadaan krisis di seluruh dunia.
 
Dalam pidatonya yang telah lama ditunggu pada Jumat, 2 Oktober 2020, Macron menegaskan tidak ada konsesi yang akan dibuat dalam upaya baru untuk mendorong agama keluar dari pendidikan dan sektor publik di Prancis.
 
“Saat ini Islam sedang mengalami krisis di seluruh dunia, kami tidak hanya melihat ini di negara kami,” katanya.

Baca Juga: Diduga Masih Sembunyi di Hutan, Terpidana Mati Cai Changpan Pernah Ikut Latihan Militer di Tiongkok 

Dia mengumumkan bahwa pemerintah akan mengajukan RUU pada bulan Desember untuk memperkuat Undang-undang 1905 yang secara resmi memisahkan gereja dan negara di Prancis.
 
Langkah-langkah tersebut, kata Macron, ditujukan untuk mengatasi masalah tumbuhnya radikalisme di Prancis dan meningkatkan keamanan bagi seluruh masyarakat di negeri mode tersebut.
 
“Sekularisme adalah semen dari persatuan Prancis,” ucap Macron menegaskan. Tetapi ia menambahkan bahwa tidak ada gunanya untuk menstigmatisasi semua Muslim yang beriman.
 
Undang-undang mengizinkan orang untuk menganut agama apa pun yang mereka pilih, kata Macron, tetapi tampilan luar dari afiliasi keagamaan akan dilarang di sekolah dan layanan publik.

Baca Juga: Ajak MUI Verifikasi Kehalalan Vaksin Sinovac, Jubir Wapres: Kalau Tidak Halal, Tidak Masalah

Muslim Prancis sudah dilarang mengenakan jilbab di sekolah-sekolah Prancis dan juga untuk pegawai negeri di tempat kerja mereka.
 
Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari situs berita Al Jazeera, pidato Macron tersebut telah menyebabkan perdebatan di media sosial dan memicu reaksi balik dari para aktivis Muslim.
 
Yasser Louati, seorang aktivis Muslim Prancis mengatakan penindasan terhadap Muslim telah menjadi ancaman serius di Prancis.
 
“Dalam pidato Macron selama satu jam itu, dirinya telah menguatkan organisasi sayap kanan, anti-Muslim kiri dan mengancam kehidupan siswa Muslim dengan menyerukan pembatasan drastis pada homeschooling meskipun sedang masa pandemi global,” katanya.

Baca Juga: Luhut Pandjaitan Perintahkan BPPT dan Bio Farma Segera Produksi Alat Tes PCR-Rapid

Sedangkan Rim-Sarah Alaoune, seorang akademisi Prancis mengatakan Presiden Macron menggambarkan Islam sebagai 'agama yang mengalami krisis di seluruh dunia saat ini'.
 
“Saya bahkan tidak tahu harus berkata apa. Pernyataan ini sangat bodoh (maaf) sehingga tidak memerlukan analisis lebih lanjut,” kata Sarah.
 
Dalam pidatonya, Macron juga mengklaim sedang berusaha untuk membebaskan Islam di Prancis dari pengaruh asing dengan meningkatkan pengawasan pada pembiayaan masjid.
 
Macron juga akan meningkatkan pengawasan lebih dekat terhadap sekolah dan asosiasi yang secara eksklusif melayani komunitas agama.

Baca Juga: Bukan Hanya Barca, Athletic Bilbao Juga Punya Tradisi Generasi Pemain

Prancis sekali lagi mengevaluasi hubungannya dengan minoritas Muslimnya, yang merupakan negara dengan jumlah Muslim terbesar di Eropa.
 
Bulan lalu saja, seorang anggota parlemen Prancis dari partai Macron, La Republique En Marche melakukan mogok kerja atas kehadiran seorang pemimpin serikat mahasiswa berjilbab di sebuah sidang parlemen.
 
Insiden itu seminggu sebelumnya didahului oleh seorang jurnalis Prancis yang me-retwit unggahan seorang influencer Muslim muda tentang memasak dengan anggaran terbatas dengan judul "11 September", mengacu pada serangan tahun 2001 di World Trade Center New York.
 
Macron pada hari Jumat berbicara setelah seorang pria menyerang dua orang dengan pisau daging di luar bekas kantor mingguan satir Charlie Hebdo Paris pada minggu lalu, serangan yang dikutuk oleh pemerintah sebagai tindakan "terorisme Islam".

Halaman:

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x