Sebelumnya pada sore hari, layanan dari stasiun kereta utama dihentikan dan polisi menggerebek kantor Gerakan Progresif, sebuah kelompok yang dibentuk oleh politisi terlarang dari partai oposisi yang dibubarkan.
Para pengunjuk rasa telah melanggar fenomena tabu lama untuk menyerukan agar undang-undang lese-majesty yang kontroversial dicabut dan agar monarki bertanggung jawab kepada rakyat.
Mereka mengatakan anggaran keluarga kerajaan harus dipotong dan tidak boleh ikut campur dalam politik.
Tak lama setelah polisi menggunakan water cannon untuk membubarkan protes, Royal News, sebuah segmen yang diputar setiap malam di TV Thailand, menunjukkan Raja Maha Vajiralongkorn di Nakhon Phanom mengunjungi seorang mantan komunis yang berlutut di hadapannya.
Baca Juga: Anda Salah Pakai Hand Sanitizer, Simak 5 Hal yang Harus Diperbaiki demi Lindungi dari Covid-19
Raja telah dikritik karena menghabiskan sebagian besar waktunya di Jerman, tetapi saat ini sudah berada di Thailand.
“Negara membutuhkan orang-orang yang mencintai negara dan mencintai monarki,” katanya dalam komentar yang direkam sebelumnya.
“Pengalaman apa pun yang Anda miliki dan semua pekerjaan yang telah Anda lakukan, dapat dimanfaatkan dengan baik bagi bangsa. Anda dapat mengajari generasi baru tentang pengalaman Anda, yang akan sangat berguna,” sambungnya.
Pemerintah memperkenalkan apa yang disebut tindakan darurat di Bangkok pada Rabu malam, 14 Oktober 2020.
Baca Juga: 3 Tahun 'Diserang' Sihir, Indadari Kaget Temukan Kain Kafan yang Dikubur di Belakang Rumahnya
Editor: M Bayu Pratama
Sumber: The Guardian