Riuh Sengekta Lahan Pesantren HRS vs PTPN VIII, Pengamat Anjurkan Proses Hukum Dijalankan

- 29 Desember 2020, 12:58 WIB
Jalan masuk menuju Markaz Syariah di Megamendung, Bogor.
Jalan masuk menuju Markaz Syariah di Megamendung, Bogor. //Yudhi Maulana/Isu Bogor

PE BEKASI - Polemik sengketa lahan yang kini dipakai oleh Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah DPP FPI di Megamendung Bogor, terus berlanjut.

Baik pihak Front Pembela Islam (FPI) maupun pihak PT Perkebunan Nasional (PTPN VIII) saling mengeklaim lahan tersebut miliknya.

Diketahui bahwa PTPN VIII memberi somasi kepada Pesantren Agrokultural yang berdiri di atas tanah seluas sekira 30.91 hektare di Desa Kuta, Megamendung, Bogor tersebut. 

Baca Juga: Luluskan 96 ‘Atlet’ Terampil Rakit Bom, Pelatih Teroris JI: Kita Latih Bela Diri Agar seperti Ninja
 
Sementara itu, dari pihak tim hukum Markaz Syariah, sebelumnya mengatakan bahwa PTPN VIII seharusnya mengajukan komplain berupa pidana atau perdata kepada penjual tanah yang disebut merupakan petani penggarap lahan tersebut.

Menanggapi polemik ini, pengamat hukum sumber daya alam Universitas Tarumanegara, Jakarta Ahmad Redi menyarankan agar sengketa lahan antara kedua belah pihak dapat diselesaikan secara hukum.

"Penyelesaian sengketa hak atas tanah sebaiknya diselesaikan ke pengadilan untuk memastikan siapa yang secara hukum memiliki hak atas tanah tersebut," kata Ahmad Redi seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara, Selasa, 29 Desember 2020.

Baca Juga: Terkait Penyidikan Kasus Suap Bansos Covid-19, Hari Ini KPK Jadwalkan Panggil Dua Saksi

Sebab jika menempuh jalur hukum, menurut Redi akan lebih jelas terhadap hasilnya, sehingga dapat diketahui siapa yang benar.

"Jalur hukum mesti ditempuh karena klaim dua pihak ini mesti diuji atau dinilai kepastian hukumnya oleh pengadilan," tuturnya.

Halaman:

Editor: Puji Fauziah

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x