PR BEKASI – Kemunculan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Omnibus Law) menuai kontroversi dari banyak pihak.
Selain karena pasal-pasalnya yang dinilai tak berpihak kepada rakyat, hal lainnya juga disebabkan karena Indonesia tengah mengalami pandemi COVID-19, namun pemerintah dan DPR RI terkesan tergesa-gesa untuk membahas masalah ini dan tidak fokus terhadap masalah kesehatan.
“Pembahasan RUU ini terkesan tergesa-gesa dan sangat kecil ruang partisipasinya, hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan persoalan hukum dan isu-isu lainnya. Prinsip partisipasi, keterbukaan, jadi ada kesan seperti dalam pandemi COVID-19 ini semua orang sedang fokus terhadap masalah kesehatan, krisis ekonomi, namun RUU ini justru dikejar segera selesai,” ucap Ahmad Taufan Damanik, Ketua Komnas HAM sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari situs Komnas HAM.
Baca Juga: Dimiliki 20 Ahli Waris, Kasus Penjualan Pulau Pendek Secara Online Bakal Tempuh Jalur Hukum
Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, Sandra Moniaga juga menjelaskan, terdapat sepuluh poin penting yang dinilai berpotensi melanggar Haka Asasi Manusia (HAM) dalam temuan berdasarkan kajian kajian RUU Cipta Kerja.
1. Prosedur perencanaan dan pembentukan RUU Cipta Kerja tidak sejalan dengan mekanisme yang telah diatur dalam UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
2.Penyimpangan terhadap asas hukum lex superior derogate legi inferior (asas penafsiran hukum yang tinggi mengesampingkan hukum yang rendah).
Pada pasal 170 ayat 1 dan 2 RUU Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah dapat mengubah peraturan setingkat undang-undang jika materinya tidak selaras dengan kepentingan RUU Cipta Kerja.