PR BEKASI – Din Syamsudin, Ketua Umum Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju (DN-PIM), sebelumnya menyatakan bahwa saat ini ada gejala Indonesia menjadi negara diktator konstitusional.
Menurutnya, tolak ukur negara diktator konstitusional adalah sikap kukuh pemerintah terhadap masukan atau kritik masyarakat atas kebijakannya.
Hal itu tercermin dalam penolakan revisi UU KPK, desakan penundaan Pilkada serentak, Revisi UU Mineral dan Batubara (Minerba) dan teranyar UU Omnibus Law oleh rakyat yang tidak didengarkan pemerintah.
Baca Juga: Sempat Tertunda, Persidangan Perdana Djoko Tjandra Akan Dilaksanakan pada 2 November 2020 Mendatang
Menanggapi hal tersebut, Refly Harun berkomentar hal serupa bahwa ada kecenderungan rezim Jokowi-Ma’ruf bersikap secara otoriter. Komentar tersebut ia tuturkan melalui kanal YouTube miliknya pada Sabtu, 24 Agustus 2020.
"Saya tidak membantah ada kecenderungan itu (diktator). Yang paling nyata adalah penggunaan secara masif undang-undang ITE untuk membungkam sikap kritis siapa pun," kata Refly Harun.
Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com, Refly Harun menuturkan bahwa UU ITE digunakan untuk membungkam sikap kritis terhadap pemerintah. UU ITE dijadikan alat untuk memenjarakan orang-orang yang menolak kebijakan pemerintah.
Baca Juga: Ada Kecenderungan Diktatorship di Rezim Jokowi, Refly: Jika Din Syamsuddin Ditangkap, Benar Adanya
"Undang-Undang ITE itu (digunakan) untuk menghantam, untuk memenjarakan siapapun yang tidak sepakat dengan pemerintahan,” ucapnya.