Dicecar Aktivis dalam Debat Terbuka UU Cipta Kerja, Bahlil Lahaladia: Kami Sadar Sosialisasi Kurang

- 5 November 2020, 08:11 WIB
Tangkapan layar - Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam debat terbuka soal UU Cipta Kerja dengan aktivis mahasiswa Cipayung Plus, Rabu, 4 November 2020 malam.
Tangkapan layar - Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam debat terbuka soal UU Cipta Kerja dengan aktivis mahasiswa Cipayung Plus, Rabu, 4 November 2020 malam. /Antara/Ade Irma Junida

PR BEKASI - Debat terbuka mengenai UU Omnibus Law Cipta Kerja yang diikuti oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia serta aktivis mahasiswa Cipayung Plus digelar di Jakarta, Rabu, 4 November 2020 malam.
 
Dalam debat terbuka yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube BKPM itu, delapan organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) menyampaikan alasan keberatannya atas UU Cipta Kerja kepada Bahlil Lahadalia.
 
Menurut OKP, UU Omnibus Law Cipta Kerja dinilai tidak menjawab kebutuhan penciptaan lapangan kerja sebagaimana namanya.

Baca Juga: Siap Bantu Lawan Laporan Politisi Gerindra, 65 Advokat Bersatu: Bu Risma Akan Dizalimi

Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Susanto Triyogo mengatakan, UU Omnibus Law Cipta Kerja juga dinilai tidak transparan karena tidak melibatkan partisipasi publik dalam pembahasan dan penyusunannya
 
"UU Cipta Kerja tidak disusun untuk penyelesaian pengangguran. Ini cuma politik hukum dari proyeksi IMF untuk mencapai pertumbuhan ekonomi," katanya.
 
Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara, Susanto Triyogo juga menilai UU Cipta Kerja bagai ilusi terhadap investasi.
 
Pasalnya, tren investasi sepanjang 2015-2019 yang terus meningkat tidak sebanding dengan serapan tenaga kerjanya.

Baca Juga: Pengusaha Kontraktor Hilang Selama Sepekan, Pernah Unggah Status Sedang Dipantau Orang 

"Kami juga melihat untuk masalah birokrasi berputar (berbelit), ada Inpres Nomor 7 Tahun 2019. Naiknya investasi juga belum menjamin penciptaan lapangan kerja," ucap Susanto Triyogo.
 
Senada, Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Arya Kharisma menilai masalah kemudahan perizinan dan upaya menarik investasi tidak cukup menjadi landasan bagi UU Cipta Kerja masuk ke semua lini.
 
"Soal investasi, kenapa akhir-akhir ini dibilang butuh menarik investasi, tapi kondisinya baik, naik terus. Ironisnya ini tidak beriringan dengan daya serap tenaga kerja. Sudah bahan baku tidak diambil dari dalam negeri, serapan tenaga kerjanya juga tidak besar," katanya.
 
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) Najih Prastiyo menyoroti banyaknya aturan turunan UU Cipta kerja yang akan disusun nantinya yang justru kontradiktif dengan keinginan Presiden Jokowi untuk menyederhanakan aturan.

Baca Juga: Siap Bantu Lawan Laporan Politisi Gerindra, 65 Advokat Bersatu: Bu Risma Akan Dizalimi

"Saya mengapresiasi Presiden Jokowi yang akan memangkas UU yang hambat investasi, tapi kemudian dia menjelaskan dari UU Cipta Kerja ini nanti ada peraturan pemerintah dan banyak lagi turunan ini itu. Kalau tujuannya aturan baru di bawahnya, apa hubungannya dengan perampingan yang disampaikan di awal?" ungkap Najih Prastiyo.
 
Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Benidiktus Papa menyoroti pengebirian aturan mengenai lingkungan hidup yang dalam UU Cipta Kerja.
 
Ada pun Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) menilai UU Cipta Kerja sangat sentralitas, jauh dari semangat reformasi yang mendorong desentralisasi.
 
"Lalu, soal pengelolaan tanah, pemerintah mengatakan ini akan digunakan untuk pembangunan. Kalau mau bangun bangsa Indonesia, jangan kasih ke investor, coba kasih ke masyarakat sebagaimana diamanatkan Pasal 33 ayat 2," kata Ketua Umum KMHDI I Kadek Andre Nuaba.

Baca Juga: Jaksa Agung Dinyatakan Bersalah oleh PTUN, Ucapannya Soal Tragedi Semanggi Bawa Petaka  

Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Corneles Galandjindjinay menilai UU Cipta Kerja sebaiknya disebut UU kemudahan investasi karena substansinya yang lebih memudahkan investasi, bukannya menciptakan lapangan kerja.
 
"Substansinya juga kita ragukan akan menjamin investasi ke depan," kata Corneles Galandjindjinay.
 
Menanggapi masukan-masukan dari kalangan aktivis, Bahlil Lahadalia mengakui kurangnya sosialisasi dalam proses perundang-undangan.
 
Namun, dalam penyusunan 36 peraturan pemerintah (PP) turunan UU Cipta Kerja nanti, pemerintah akan membuka masukan publik secara terbuka.

Halaman:

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x