Kumpulan Puisi Kaya penyair Indonesia dengan Tema G30S PKI

- 29 September 2022, 07:15 WIB
Kumpulan puisi tema G30S PKI yang singkat dan menyayat hati cocok jadi status media sosial pada 30 September.
Kumpulan puisi tema G30S PKI yang singkat dan menyayat hati cocok jadi status media sosial pada 30 September. /Twibbon

PR BEKASI - Cek kumpulan puisi dengan tema G30S PKI.

Puisi dengan tema G30S PKI ini karya penyair tenama Indonesia.

Kumpulan puisi dengan tema G30S PKI karya penyait ternama Indonesia ini bisa Anda unggah ke media sosial.

Sambut peringatan G30S PKI dengan mengunggah puisi karya penyair ternama Indonesia.

Baca Juga: Kasus Pembunuhan Brigadir J, Eks Jubir KPK Jadi Kuasa Hukum Putri Candrawathi

berikut empat puisi dengan tema G30S PKI seperti dalam artikel yang diterbitkan Kabar Lumajang dengan judul "4 Puisi Tema G30S PKI Singkat dan Menyayat Hati untuk Status Media Sosial,".

Puisi 1
Judul: Mata Luka Sengkon Karta
Karya: Peri Sandi Huizche

Aku seorang petani bojongsari
menghidupi mimpi dari padi yang ditanam sendiri
Kesederhanaan panutan hidup
Dapat untung dilipat dan ditabung
1974 tanah air yang kucinta berumur dua puluh sembilan tahun
waktu yang muda bagi berdirinya sebuah negara

Baca Juga: Kumpulan Puisi Peringatan G30S PKI, Mengharukan, Menggetarkan Jiwa, Cocok untuk Caption Ucapan di Instagram

Lambang garuda dasarnya pancasila
Undang-undang empat lima merajut banyak peristiwa
peralihan kepemimpinan yang mendesak
Bung karno diganti pak harto dengan dalih keamanan negara

Baca Juga: Cara Memotong Kuku Jari dan Kaki dalam Islam, Ustadz Adi Hidayat: Dari Kelingking

Pembantaian enam jenderal satu perwira
Enam jam dalam satu malam
Mati di lubang tak berguna
Tak ada dalam perang mahabarata bahkan di sejarah dunia
Hanya di sejarah indonesia

Puisi 2
Judul: Memoriam Lubang Buaya
Karya: Doni Hamdani

Tempat penuh misteri
Tumpukkan bangkai yang lalu
Hadir mengunggah kenangan
Sampai sekarang bau anyir terhidang harum
Sumur angker bekas pejuang masih ada

Ingat! Prajurit revolusi ditindas
Dibantai habis oleh komunis yang jahat
Memilih berontak akan di sentak
Memilih diam akan disergap
Sampai akhirnya mati dibekuk

Perangilah setiap bentuk komunisme
Agar seimbang antara keadilan dan penyiksaan
Kuat penuh semangat berkobar
Untuk menjanjikan bahwa hak harus hidup
Tidak seperti zaman dulu lagi
Lubang buaya, sejarah pertarungan menyedihkan

Baca Juga: Jelang One Piece 1062: Bukan Roger, Ternyata Sosok Pria Biasa yang Memulai Era Bajak Laut

Puisi 3

Judul: Bajak untuk Petani
Karya: Sobron Aidit

Apakah yang lebih indah di dunia ini
Selain mempertahankan tanah kepunyaan sendiri?
Kalian berjuang untuk makan
Di kampung halaman
Kampung yang terasing oleh tangan-tangan laknat
Tapi betapa di hati melekat erat

Kalian gemetar dan lapar
Di bumi yang subur, di tengah yang makmur
Betapa tinggi perbedaan kehidupan
Di tanah air tercinta yang diagungkan

Bintang-bintang di pundak semakin meninggi
Di tengah banjir air mata dan darah
Antara dua pahlawan
Satu pahlawan rakyat

Satu pahlawan pengkhianat
Dan kami barisan penyair
Tegak siap pada yang benar
Di barisan yang terhina dan lapar

Puisi 4
Judul: Puisi Bulan Merah

Baca Juga: One Piece: 3 Penemuan Jenius dr Vegapunk, Sanji Menjadi Bukti Hebatnya Sang Ilmuwan

Matanya memerah
Apakah ini angkara
Ia dibakar matahari siang tadi
Teriknya jelasnya membuatnya perih

Di selimut bergulung kepekatan malam
Ia menimbun dendam
Siang nanti
Saat kau terlena wahai mentari

Kan kuajak mendung mengkerudungi
Hingga tuhanmu bersembunyi
Ya, sekelumit kisah tersiksa
Saat itu warnanya hanya darah

G30 S PKI menyilat negeri
Jelas genangnya masih kurasa hingga kini
Tapi, seperti bola salju
Salah dan benar ada di abu-abu
Politik senjata tanpa sekutu
Jenderal-jenderal tenggelam di sumur kemudian kaku

Lantas secuil hati resah
Apakah ini karenamu pki
Atau deret sejarah di kebiri
Belokan dan turunannya tajam sekali
Salah membaca
Masuk jurang terhempas opini

Baca Juga: One Piece 1062, Oda akan Bongkar Misteri Besar di Arc Vegapunk, Apa Saja?

Hanya doa dan pasrah kezdat tertinggi
Ya robbi akhirkan segala trauma ini
Berhentilah tuk saling menyalahkan
Bulan merah nampak masih menari indah
Dalam sinarannya
Walau di tengah malam

Aku berkaca padamu
Bulan merah yang tak pernah jemu
Aku rindu pelukan mesra saudaraku.***(Siti Nurul Afidah/Kabar Lumajang)

Editor: Thytha Surya Swastika

Sumber: Kabar Lumajang


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x