Terkait Perubahan UU ITE, Mahfud MD Minta Seluruh Pihak Jangan Alergi terhadap Perubahan Hukum

25 Februari 2021, 20:19 WIB
Menko Polhukam, Mahfud MD bentuk 2 tim khusus untuk menindaklanjuti wacana revisi UU ITE. /ANTARA

PR BEKASI - Seluruh pihak diingatkan untuk tidak alergi terhadap perubahan hukum karena hukum adalah kesepakatan masyarakat.

Hal tersebut dikatakan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD saat webinar "Menyikapi Perubahan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)", Kamis, 25 Februari 2021.

"Hukum adalah resultante, yakni kesepakatan yang dibuat oleh rakyat itu sendiri di dalam negara demokrasi," katanya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara. 

Menurut Mahfud MD, karena hukum merupakan sebuah kesepakatan maka bisa diubah dengan resultante terbaru. 

Baca Juga: Cek Fakta: AHY Dikabarkan Digerebek Annisa Pohan saat Bersama Wanita Lain, Ini Faktanya

Baca Juga: Propam Polri Pastikan Bripka CS Dipecat dengan Tidak Hormat usai Tembak Mati 4 Orang

Apalagi, lanjut dia, hukum selalu berubah setiap zamannya menyesuaikan dengan perubahan kehidupan masyarakatnya.

Menurut dia, itulah yang sedang dipikirkan pemerintah terkait dengan UU ITE, yakni mempertimbangkan untuk membuat resultante baru.

Hal tersebut sebagaimana disampaikan oleh Presiden RI Joko Widodo yang meminta untuk merevisi UU ITE.

Mahfud MD mengakui adanya masukan dari berbagai pihak mengenai efek pasal karet yang membuat persoalan dalam penerapan UU ITE sehingga perlunya merevisi UU tersebut.

Baca Juga: Pasha Akui 'Gizinya' Lebih Paripurna Soal Parpol dan Demokrasi Dibanding Giring, Teddy Gusnaidi: Mantap!

"Pasal karet itu artinya bisa ditarik tergantung kebutuhan. Dikencengin bisa, dilonggarkan bisa. Kalau dalam politik, bisa lebih berbahaya karena bisa dipakai pada si A, tetapi tidak dipakai pada si B," katanya.

Oleh karena itu, kata Mahfud MD, pemerintah melihat pentingnya merevisi UU ITE yang tentunya akan dilakukan melalui kajian oleh tim yang sudah dibentuk olehnya selaku Menko Polhukam, yakni Tim Kajian UU ITE.

Pembentukan Tim Kajian UU ITE itu melalui Keputusan Menko Polhukam Nomor 22 Tahun 2021 yang ditandatangani di Jakarta, Senin, 22 Februari 2021.

Tim tersebut diberi waktu kerja 3 bulan hingga 22 Mei 2021 untuk menentukan perlu atau tidaknya revisi UU ITE.

Baca Juga: Ingin Lihat Rocky Gerung Debat dengan Jokowi, Iwan Fals: Mungkin Jadi Hiburan Sehat Masa Pandemi

Sementara itu, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal S. Depari mengingatkan keberadaan pasal karet sering memunculkan penafsiran berbeda yang kemudian disalahgunakan untuk menjerat warga.

Ia mengharapkan UU ITE memberikan rasa aman dan keadilan karena seharusnya UU memberi rasa keadilan bagi masyarakat, bukan justru menakut-nakuti warga yang menyampaikan pendapat berbeda dan kritis.

"Check and balance adalah ciri kehidupan demokrasi yang baik. Check and balance terjadi jika kebebasan berbicara, berpendapat, berpikir kritis, serta kemerdekaan pers tetap berjalan secara bebas dan bertanggung jawab," katanya.

Sebelumnya, Polri juga telah meluncurkan polisi virtual yang bertugas dengan menggunakan upaya restorative justice.

Baca Juga: Budiman Sudjatmiko Sebut Kualitas Presiden Jokowi Sudah Relevan di Masanya

Upaya restorative justice atau upaya menciptakan keadilan bagi pelaku dan korban atau upaya mencari titik keseimbangan.

Salah satunya adalah dengan memberikan peringatan melalui pesan kepada akun pemilik konten yang diduga melanggar hukum.

Sebelum memberi peringatan secara virtual, terlebih dahulu akan meminta pendapat ahli pidana, ahli bahasa, maupun ahli ITE.

Dengan cara itu maka pemberian peringatan virtual akan menjadi objektif, tidak lagi subjektif dari penyidik Polri.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler