Mendadak Disorot Dunia, PBB Kritik Pariwisata Indonesia Tak Berkonsep Pembangunan dan 'Injak-injak' HAM

2 April 2021, 21:23 WIB
Para pakar HAM PBB menyoroti konsep pariwisata di Indonesia yang dinilai telah menginjak-injak HAM dan tak sesuai konsep pembangunan. /Pexels/Skitterphoto/Pexels

PR BEKASI - Dalam sebuah pernyataan bersama yang disampaikan oleh Olivier De Schutter, Pelapor Khusus PBB untuk kemiskinan ekstrem dan Hak Asasi Manusia, Indonesia mendadak jadi sorotan dunia.

Kegiatan yang dipimpin Olivier tersebut menyoroti pengusiran yang terjadi pada masyarakat lokal dan perusakan rumah, ladang, sumber air, situs budaya, dan agama di Indonesia.

Peristiwa yang dinilai 'menginjak' HAM tersebut berkaitan dengan persiapan yang dilakukan untuk membuat Mandalika sebagai 'Bali Baru'.

“Sumber yang dapat dipercaya menemukan bahwa penduduk setempat menjadi sasaran ancaman dan intimidasi dan diusir secara paksa dari tanah mereka tanpa kompensasi," kata para ahli, sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Beaksi.com dari UN News pada Jumat, 2 April 2021.

Baca Juga: Temani Aurel Hermansyah Periksa ke Dokter Jelang Pernikahan, Ashanty Dibuat Kaget dengan Hasilnya 

Baca Juga: Cegah Inflasi Saat Bulan Ramadhan, Pemkot Bekasi Gelar Pasar Murah di 6 Kecamatan

Dikatakan bahwa, terlepas dengan adanya penemuan tersebut, ITDC (Bali Tourism Develompent Corporation) disebut masih belum berupaya untuk memberikan kompensasi atau menyelesaikan sengketa tanah.

Para ahli menambahkan, tujuan dari pemerintah Indonesia terkait itu adalah menciptakan kawasan pariwisata yang sangat besar di Mandalika, yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang miskin di Lombok, dengan sirkuit sepeda motor Grand Prix, taman, resor dan hotel.

Hingga saat ini, disebutkan proyek tersebut telah menarik lebih dari satu miliar dolar AS dalam bentuk investasi swasta.

Dana itu dikelola oleh Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), sebuah lembaga keuangan multilateral.

Para pakar HAM PBB juga memberikan kritikan terkait kurangnya uji tuntas oleh AIIB dan bisnis swasta.

Baca Juga: Jangan Nekat Mudik Lebaran! Polri Telah Siapkan 333 Titik di Jawa dan Luar Jawa 

Hal itu guna mengidentifikasi, mencegah, memitigasi, dan mempertanggungjawabkan bagaimana mereka mengatasi dampak buruk hak asasi manusia, sebagaimana ditetapkan dalam Prinsip Panduan PBB tentang bisnis dan HAM.

“Mengingat sejarah kelam pelanggaran hak asasi manusia dan perampasan tanah di wilayah tersebut, AIIB dan bisnis tidak dapat berpaling dan menjalankan bisnis seperti biasa,” kata para ahli.

“Kegagalan mereka untuk mencegah dan menangani risiko pelanggaran hak asasi manusia sama saja dengan terlibat dalam pelanggaran tersebut,” tambah mereka.

Pada bulan Maret 2021, beberapa pakar PBB menyuarakan keprihatinan mereka dalam komunikasi bersama kepada Pemerintah Indonesia, ITDC, dan AIIB.

Tak hanya itu, mereka juga menyatakan rasa prihatin kepada perusahaan swasta terkait yang terlibat dalam proyek tersebut serta negara asal mereka, Prancis, Spanyol, dan Amerika Serikat.

Baca Juga: Tiba-tiba Minta ASN Waspada, Tjahjo Kumolo: 75 Tahun Merdeka, Hal Ini yang Jadi Ancaman Terbesar Kita 

Pelapor Khusus De Schutter juga menyoroti bahwa proyek Mandalika menguji komitmen terpuji dari Indonesia terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan kewajiban HAM yang mendasarinya.

Diungkapkan, pembangunan pariwisata berskala besar yang disebut 'menginjak-injak HAM' pada dasarnya tak sesuai dengan konsep di dalam pembangunan berkelanjutan.

De Schutter menegaskan bahwa, waktu untuk sirkuit balap dan proyek infrastruktur pariwisata transnasional besar-besaran yang menguntungkan segelintir pelaku ekonomi daripada populasi secara keseluruhan telah berlalu.

Sebaliknya, pemerintah ingin membangun kembali keadaan menjadi lebih baik setelah Covid-19, dengan harus berfokus pada pemberdayaan masyarakat lokal.

Selain itu dengan meningkatkan mata pencaharian dan melibatkan masyarakat lokal berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.

Baca Juga: Seorang Wanita Ekstremis Lakukan Aksi Bom Bunuh Diri Tunisia, sang Bayi Turut Jadi Korban 

Para ahli PBB juga mendesak para investor untuk tidak membiayai atau terlibat dalam proyek yang berkontribusi pada pelanggaran dan penyalahgunaan HAM.

Kemudian juga melakukan panggilan tersebut, termasuk pelapor khusus tentang hak-hak masyarakat adat, situasi pembela hak asasi manusia dan perumahan yang layak.

Para ahli independen tentang hak asasi manusia dan solidaritas internasional, telah mempromosikan tatanan internasional yang demokratis dan adil dalam konsep pembangunan.

Disebutkan, para ahli bekerja secara sukarela, bukan staf PBB dan tidak menerima gaji. Mereka juga tidak bergantung pada pemerintah atau organisasi manapun.***

 

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: UN News

Tags

Terkini

Terpopuler