Tanaman Kratom Asal Kalimantan Barat Dipersoalkan BNN, Moeldoko: Berpotensi Jadi Bahan Baku Obat atau Tidak?

6 Februari 2020, 17:29 WIB
PETANI buah pohon Kratom di Kalimantan Barat.* /Antara/

PIKIRAN RAKYAT - Tanaman Kratom saat ini masih menjadi polemik di masyarakat, khususnya di Kalimantan Barat. Pasalnya, menurut Kepala BNN, Heru Winarko tanaman tesebut dapat memberikan efek yang berbahaya bagi kesehatan.

“Bahkan ada kasus kematian akibat penggunaan kratom dan multidrug,” ungkap Heru di Kantor Staf Kepresidenan, pada Rabu, 5 Februari seperti yang Pikiran-Rakyat.com kutip dari situs resmi BNN.

Heru menambahkan, jika ada yang memberikan pendapat bahwa kratom sama dengan kopi-kopian, maka itu penggiringan opini yang keliru.

Baca Juga: Beragam Tanggapan Pemulangan WNI Eks ISIS, Tagar #TolakEksWNIproISIS jadi Trending di Twitter 

Menanggapi hal itu, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko mengatakan penanganan masalah Kratom harus bijak dan tidak boleh sembarangan.

Ia menekankan agar dilakukan penelitian yang lebih mendalam pada tanaman tersebut sehingga bisa diketahui dampak negatifnya untuk kesehatan atau di sisi lainnya dapat diketahui, apakah kratom ini berpotensi menjadi bahan baku obat atau tidak.

Selain itu juga, Moeldoko menegaskan tentang potensi dampak lingkungan jika memang tanaman Kratom akan dilarang dan harus ditebang.

Baca Juga: KBRI Singapura Laporkan Penanganan Terkini Pasca 1 WNI Positif Terinfeksi Virus Corona 

Karena saat ini, menurutnya tanaman Kratom jumlahnya mencapai lebih dari 21 juta pohon. Maka penanganannya juga harus didiskusikan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam waktu mendatang.

Sementara itu, Kepala BPOM, Penny K. Lukito mengatakan, pihaknya sudah melarang kratom untuk jadi obat herbal dan suplemen pangan. Namun, untuk memastikan kratom menjadi bahan baku obat atau tidak harus dilakukan serangkaian pengujian klinis.

Menanggapi hal tersebut, Dirjen Kefarmasian dan Peralatan Kesehatan, Engko Sosialine Magdalene mengungkapkan bahwa rekomendasi kratom masuk ke narkotika golongan satu diputuskan pada tahun 2017 oleh Komite Nasional Perubahan Penggolongan Narkotika dan Psikotropika.

Baca Juga: Ridwan Kamil Minta Peringatan Hari Pers Nasional Tahun 2022 Digelar di Jawa Barat 

Sejak 2017, ditetapkan pula masa peralihan selama lima tahun. Engko mengatakan bahwa ketika kratom ini dilarang, maka masing-masing kementerian atau lembaga terkait harus melakukan upaya mitigasi.

Ia juga menambahkan bahwa persoalan kratom tak hanya sebatas aspek ilmiah namun juga membutuhkan pertimbangan dari aspek pertahanan keamanan.

Oleh karena itulah, menurut Engko, Menkopolhukam menjadi leader aspek pertahanan dan keamanan terkait kratom. Setelah dilakukan rapat dengan pihak Menkopolhukam pada November 2019 lalu, hasilnya adalah rekomendasi agar kratom masuk golongan satu narkotika.

Baca Juga: Beredar Kabar Warga Tiongkok Gemar Makan Sup Janin Manusia 

Menanggapi berbagai opini tentang masalah kratom, Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji mengatakan agar solusinya jangan hanya bicara soal larangan semata karena pelarangan artinya harus dibarengi dengan pemusnahan pohonnya.

Menurutnya, penelitian kratom dalam skala farmasi sangat penting untuk dilakukan. Selain itu, ia juga mengusulkan agar dilakukan tata niaga untuk kratom agar tidak bocor atau beredar di dalam negeri.

Isu pelarangan kratom pada dasarnya membuat waswas masyarakat yang menanamnya.

Oleh karena itu, Wakil Bupati Kapuas Hulu, Provinsi Kalbar, Antonius.L.A.Pamero mengatakan perlunya kepastian kepada masyarakat tentang dampak dari kratom itu sendiri. Jika hasil penelitian sudah muncul maka harus segera disosialisasikan kepada masyarakat.***

 
Editor: M Bayu Pratama

Tags

Terkini

Terpopuler