Istilah PDP, ODP, dan OTG Sudah Tidak Berlaku, Menkes Ganti dengan Empat Istilah Ini

14 Juli 2020, 15:50 WIB
Menkes Terawan Agus Putranto saat mendengarkan penjelasan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.* /Humas Kota Surabaya

PR BEKASI - Menteri Kesehatan RI, Terawan Agus Putranto mengganti istilah orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), dan orang tanpa gejala (OTG). Penyebutannya diganti menjadi masing-masing dengan kasus suspek, probable, konfirmasi, dan kontak erat.

Penggantian tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).

“Untuk kasus suspek, kasus probable, kasus konfirmasi, kontak erat, istilah yang digunakan pada pedoman sebelumnya adalah orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), orang tanpa gejala (OTG),” bunyi dalam kutipan SK tersebut.

Baca Juga: WNA Predator 305 Anak di Bawah Umur Tewas Bunuh Diri, Polisi Ungkap Penyebab Kematiannya 

Berikut pengertian masing-masing dari istilah baru yang tertuang dalam keputusan Menkes Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020.

1. Kasus Suspek

Istilah kasus suspek dipakai untuk seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut:

a. Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)* dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal**.

b. Orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA* dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi/probable COVID-19.

c. Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.

Baca Juga: Pria Paruh Baya Ditemukan Tergeletak Tak Bernyawa di Gerai ATM Ciracas 

Catatan:

Istilah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) saat ini diganti dan dikenal kembali dengan istilah kasus suspek.

*ISPA yaitu demam (lebih dari 38 derajat celsius) atau riwayat demam. Kemudian disertai salah satu gejala atau tanda penyakit pernapasan seperti batuk, sesak napas, sakit tenggorokan, pilek, atau pneumonia ringan hingga berat.

**Negara/wilayah transmisi lokal adalah negara/wilayah yang melaporkan adanya kasus konfirmasi yang sumber penularannya berasal dari wilayah yang melaporkan kasus tersebut. Negara transmisi lokal merupakan negara yang termasuk dalam klasifikasi kasus klaster dan transmisi komunitas, dapat dilihat melalui situs:

https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/situation-reports

Wilayah transmisi lokal di Indonesia dapat dilihat melalui situs https://infeksiemerging.kemkes.go.id.

Baca Juga: Dua TNI Gadungan Berhasil Dibekuk di Bandung Usai Ratusan Kali Membegal 

2. Kasus Probable

Kasus suspek dengan kategori ISPA Berat atau ARDS hingga meninggal dengan gambaran klinis yang meyakinkan COVID-19 dan belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR.

3. Kasus Konfirmasi

Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19 yang dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR. Kasus konfirmasi dibagi menjadi 2 yakni:

a. Kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik); dan

b. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimtomatik).

Baca Juga: Tidak Ingin Kecolongan, Pemerintah Pastikan Saat Ini Tidak Ada Virus Flu Babi Baru di Indonesia 

4. Kontak Erat

Orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau konfirmasi COVID-19. Riwayat kontak yang dimaksud antara lain:

a. Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable atau kasus konfirmasi dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu 15 menit atau lebih.

b. Sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau konfirmasi (seperti bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-lain).

c. Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable atau konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai standar.

Baca Juga: Matahari Tepat di Atas Ka'bah, Catat Tanggal dan Cara untuk Cek Kembali Arah Kiblat Salat Anda 

d. Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologi setempat.

Pada kasus probable atau konfirmasi yang bergejala (simptomatik), untuk menemukan kontak erat periode kontak dihitung dari 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.

Pada kasus konfirmasi yang tidak bergejala (asimptomatik), untuk menemukan kontak erat periode kontak dihitung dari 2 hari sebelum dan 14 hari setelah tanggal pengambilan spesimen kasus konfirmasi.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Kemenkes RI

Tags

Terkini

Terpopuler