Teknologi Mortar Busa, Solusi Konstruksi di Tanah Lunak dan Ramah Lingkungan

26 Februari 2020, 16:02 WIB
Jalan Layang Antapani, Kota Bandung /Kemen PUPR

PIKIRAN RAKYAT - Diperkirakan sekitar 20 juta hektare atau sekitar 10 persen dari luas total daratan Indonesia adalah tanah lunak.

Penyebaran tanah lunak umumnya dijumpai pada daerah dataran pantai, antara lain di sepanjang pantai utara Pulau Jawa, pantai timur Pulau Sumatera, pantai selatan Pulau Kalimantan, pantai timur Pulau Kalimantan, pantai selatan Pulau Sulawesi, pantai barat Pulau Papua, dan pantai selatan Pulau Papua.

Dikutip oleh pikiranrakyat-bekasi.com kondisi ini membuat daya dukung tanah menjadi rendah sehingga tidak dapat menyokong struktur bangunan di atasnya dengan baik, seperti membuat jalan amblas dan keretakan gedung.

Baca Juga: Roma Siap Permanenkan Dua Pemain Pinjamannya, Chris Smailling dan Henrikh Mkhitaryan

Untuk mengatasi hal tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) mengembangkan Teknologi Mortar Busa.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mendorong para peneliti untuk menghasilkan karya yang memberikan dampak positif bagi penyediaan infrastruktur bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat dengan tetap memperhatikan kriteria murah, mudah, cepat dan berkelanjutan.

“Hasil-hasil Litbang sangat penting untuk mempercepat pencapaian target pembangunan infrastruktur melalui inovasi-inovasi yang lebih murah, lebih cepat dan lebih baik, ” kata Basuki dikutip dari situs resmi Kementerian PUPR oleh pikiranrakyat-bekasi.com.

Baca Juga: Kasus Virus Corona Kedua Terbanyak Setelah Tiongkok, Korea Selatan akan Periksa 200.000 Orang

Mortar busa merupakan optimalisasi penggunaan busa (foam) dengan mortar (pasir, semen dan air) berkekuatan tinggi sehingga ideal menjadi dasar atau perkerasan jalan pada tanah lunak yang dikembangkan oleh Pusat Jalan dan Jembatan (Pusjatan).

Mortar busa memiliki berat yang ringan di mana massa jenis maksimum 0,8 ton/m3 untuk lapis base dengan UCS minimum 2.000 kg/cm2, serta massa jenis maksimum 0,6 ton/m3 untuk lapis sub-base dengan UCS minimum 800 kg/cm2. Seperti mortar beton, mortar busa juga memiliki sifat memadat sendiri.

Keunggulan dari teknologi ini di antaranya adalah dapat menghemat dana hingga 60-70 persen dan dapat menghemat waktu pengerjaan hingga 50 persen jika dibandingkan dengan konstruksi konvensional. Selain itu juga ramah terhadap lingkungan karena menggunakan lebih sedikit material konstruksi terutama bahan alam.

Baca Juga: Selebgram Vera Dijkmans Mengaku Dilamar 50 Orang Sehari hingga Pengalaman Menakutkan dari Penggemar

Salah satu pemanfaatan teknologi mortar busa ini adalah Jalan Layang Antapani di Bandung, Jawa Barat. Jalan Layang Antapani merupakan pilot project teknologi Corrugated Mortar Busa Pusjatan (CMP) yang baru pertama kali diterapkan di Indonesia.

CMP adalah pengembangan teknologi mortar busa yang dikombinasikan dengan struktur baja bergelombang. Pekerjaan lainnya antara lain Flyover Klonengan di Tegal dan Flyover Manahan di Solo.

Teknologi mortar busa ini digunakan sebagai pengganti timbunan tanah, atau sub base yang biasanya dipakai tanpa memerlukan lahan yang lebar karena dapat dibangun tegak dan tidak memerlukan dinding penahan serta tidak perlu alat pemadat karena dapat memadat dengan sendirinya.

Baca Juga: Update Banjir Jakarta Hari ini, Sejumlah Gerbang Tol Masih Ditutup hingga Titik Genangan yang Belum Kunjung Surut

Penggunaan baja bergelombang, selain mempercepat waktu pelaksanaan pembangunan jalan layang juga lebih efisien secara pembiayaan.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: Kementerian PUPR

Tags

Terkini

Terpopuler