Journalist Camp 2023 PRMN x Eiger, Cek 4 Fundamental Skill Penting bagi Jurnalis di Lokasi Bencana

29 Agustus 2023, 07:00 WIB
Galih Donikara dalam Journalist Camp 2023 PRMN x Eiger. /Patriot Bekasi/M Hafni Ali /

PATRIOT BEKASI - Eiger, sebagai salah satu jenama lokal ternama dari Bandung, menggelar acara kolaborasi pertama mereka bersama Pikiran Rakyat Media Network, terutama bagi mitra PRMN yang berada di Jawa Barat, yaitu Journalist Camp 2023 yang memiliki tema Innovation, People & Nature.

Diadakannya Journalist Camp 2023 di Sari Ater Campervan Park Palasari, Ciater, Subang Regency, Jawa Barat ini untuk memberikan bekal pada jurnalis PRMN agar mereka dapat menguasai teknik peliputan di alam, maupun ketika melakukan kegiatan di luar ruangan. Tujuan lainnya ialah mempererat hubungan mitra PRMN yang ada di Jawa Barat dengan Eiger.

Menjadi seorang jurnalis, terutama mereka yang di lapangan, tentunya membutuhkan persiapan yang tinggi apalagi jika meliput di lokasi bencana. Tidak hanya persiapan secara fisik dan mental, tetapi juga peralatan agar keselamatan di alam bebas tetap terjaga. Hal itulah yang menjadi salah satu sorotan yang disampaikan Eiger melalui Journalist Camp 2023 bersama PRMN.

Baca Juga: Redmi Pad SE Segera Rilis Resmi di Tanah Air, Persaingan Hangat dengan Oppo Pad Air di Pasar Indonesia

Karenanya, sesi pertama dalam kegiatan ini memiliki tema 'Bekal Liputan di Lokasi Bencana: Menjaga Keselamatan di Alam Bebas', materi ini disampaikan oleh pegiat alam Galih Donikara sekaligus perwakilan dari Eiger.

Sebagai sosok senior dalam pendakian gunung, Galih Donikara pun pernah menjadi salah satu warga Indonesia yang mendaki gunung tertinggi di dunia, Gunung Everest di Nepal.

Dia mengungkapkan beberapa tips penting bagi pemula yang hendak meliput di lokasi bencana sehingga dapat tetap menjaga keselamatan saat mengambil liputan. Galih menjelaskan bahwa Eiger telah berusaha hadir demi mendukung para jurnalis tetap nyaman dan aman saat meliput.

Terkait lingkungan, Eiger beberapa waktu ini telah hadir dalam podcast maupun liputan untuk menunjukkan keberpihakan pada alam, termasuk dengan mengadopsi Gunung Kembang dan dijadikan gunung terbersih di Indonesia.

Baca Juga: Jadi Lawan Luffy di One Piece 1091, Ini Kemampuan Terkuat Kizaru!

"Keberpihakan itulah yang sedang kita galang ke depan, bahwa keberpihakan kita terhadap alam ini tidak sebatas hanya menjadi eksplorasi wisata saja, tanpa mengurus kebersihan," katanya.

Eiger, disampaikan Galih, menjalin kerja sama untuk menjaga gunung di kawasan Wonosobo, Jawa Tengah itu tetap bersih. Di antara langkahnya dengan menerapkan peraturan tegas dan konsisten bagi pendaki yang membuang sampah sembarangan di gunung tersebut.

"Kenapa kita melakukan itu? Pertama uji coba produk dan kedua memberikan manfaat kepada masyarakat melalui informasi dan lain-lain," tuturnya.

Lebih lanjut, Galih menyampaikan bahwa dalam melakukan kegiatan di alam bebas, baik itu olahraga maupun saat bencana, masih mengandung sekaligus mengundang bahaya. Dia mengistilahkan, alam mengandung bahaya sementara manusia mengundang bahaya dan alam berhubungan dengan kesulitan sedangkan manusia berhubungan dengan kerumitan.

Hal itu harus dipahami dengan baik, sebagai contoh jika kita hendak menaiki Gunung Tangkuban Perahu yang kemungkinan masih dapat diatur atau diprediksi bahayanya atau dalam artian bahaya di sana masih dapat dikuasai. Namun, meskipun begitu, Gunung Tangkuban Perahu dapat berbahaya jika kita ceroboh misalnya dengan tidak membawa perlengkapan atau melakukan kegiatan ketika hujan yang dapat mengundang bahaya.

"Banyak hal-hal yang terjadi di dalam kegiatan di alam bebas itu karena faktor bahaya yang ditimbulkan oleh kita," ujarnya, dan menjelaskan pentingnya belajar atau diskusi saat hendak ke alam untuk meminimalisir bahaya. Termasuk dengan melengkapi perlengkapan dan perbekalan serta melatih fisik maupun mental.

Dengan begitu, kita pun dapat lebih siap saat harus melakukan liputan bencana yang mendadak dan dipanggil untuk penugasan di lokasi tersebut. Galih menyampaikan ada empat fundamental skill yang harus dimiliki saat meliput kegiatan bencana. Pertama ialah physical fitness skill.

"Dokter kami menyarankan dalam satu minggu itu kita harus melatih tubuh sebanyak 150 menit, kalau dibagi enam berarti seharinya 25 menit. Latihannya apa? Ya jalan kaki aja yang penting kan bugar," ucapnya.

Kemudian kedua ialah technical skill, berkaitan dengan ke mana kita akan melakukan penugasan. Kita perlu mencari informasi detail terkait dengan kegiatan mulai dari perbekalan, teknik untuk bertahan, informasi medis, dan detail lainnya. Sebagai contoh jika mendaki gunung, maka hal penting yang perlu dikuasai ialah teknik surviving saat di hutan. Begitu juga jika hendak menyusuri sungai, penting mencari informasi yang berkaitan dengan kegiatan tersebut.

Fundamental skill berikutnya ialah human skill, saat mendatangi lokasi bencana kita perlu mengetahui adat istiadat yang ada di sana atau dalam artian penting beradaptasi dengan masyarakat. Berikutnya ialah improvement skill, berkaitan dengan lingkungan di lokasi bencana secara umum maupun khusus.

Galih menegaskan bahwa melakukan liputan itu mempunyai resiko tinggi, karena itu harus meminimalisir resiko dengan persiapan yang matang dan menghindari mengundang bahaya dengan kecerobohan diri serta tidak bersikap sombong.

Agar dapat mengurangi kecorobohan sebagai pemula maka langkah pertama ialah harus mencari informasi dan data terkait dengan lokasi yang disinggahi, misalnya ada di mana gunung yang ingin didaki, lalu ketinggiannya, karakter gunung, jalan di sana seperti apa, tingkat keekstriman tanjakan, berapa lama di sana, hingga dengan siapa mendakinya. Termasuk juga mengetahui di mana puskesmas atau kantor polisi terdekat.

Lalu dengan mempersiapkan perlengkapan, terlebih lagi di zaman teknologi yang makin maju sekarang ini. Saat ke lokasi kita bisa membawa tas ringan dengan pakaian ringan yang memiliki teknologi quick dry. Hal penting lainnya ialah perbekalan, kita harus membawa makanan kuncian yang mampu meningkatkan selera makan di waktu badan tidak ingin makan.

Terutama jika mendaki gunung, lantaran di ketinggian selera makan akan menurun. Berdasarkan teori yang dijelaskan pria asal Bandung ini, setiap ketinggian 1000 meter oksigen berkurang 10 persen. Misalkan mendaki Gunung Everest dengan ketinggian 8000 berarti kelembaban oksigen berkurang 20 persen.

Selain itu, perlu juga belajar dari warga Jepang, negara yang rawan bencana. Masyarakat di sana baik anak-anak hingga lanjut usia memahami dengan baik cara menyelamatkan diri, dan setiap keluarga di negeri sakura diwajibkan memiliki tas siaga bencana. Tas tersebut akan memenuhi kebutuhan dasar selama tiga hari ketika bencana terjadi.

Eiger juga hadirkan tas siaga bencana yang bermanfaat bagi jurnalis dalam meliput di lokasi bencana.

Saat terjadi bencana mereka tinggal mengambil tas siaga dan pergi menyelamatkan diri, tas ini terdiri dari beberapa kompartemen yang dapat diisi alat medis, makanan awet berenergi, jas hujan plastik, terpal, dry bag dan berbagai perlengkapan lainnya.

Eiger pun telah merilis tas siaga bencana untuk para jurnalis melakukan liputan. Dengan berbagai fungsi kompartemen yang dapat dimanfaatkan sehingga perbekalan selama liputan terjaga dengan baik.

"Tapi yang paling penting adalah bagaimana kita konsisten mengisi dan menambah, itu yang menjadi kebiasaan orang Jepang. Setiap tiga hari diperiksa, dicek ulang. Bagaimana kita paham betul akan perlengkapan yang kita butuhkan, tidak mengada-ngada, sesuaikan dengan diri kita," jelas Galih.***

Editor: M Hafni Ali

Tags

Terkini

Terpopuler