Lebih dari 40 Negara Prihatian Akan Tindakan Sewenang-wenang China Atas Uighur, Hong Kong, dan Tibet

23 Juni 2021, 10:42 WIB
Lebih dari 40 negara dilaporkan prihatin terhadap tindakan sewenang-wenang China terhadap Uighur, Hong Kong, dan Tibet. /Reuters/Thomas Peter

 

PR BEKASI - Dilaporkan ada lebih dari 40 negara yang dipimpin oleh Kanada, menyuarakan rasa prihatin yang serius di Dewan Hak Asasi Manusia PBB terkait tindakan China di Xinjiang, Hong Kong, dan Tibet.

Rasa prihatin yang ditunjukkan oleh lebih dari 40 negara terkait tindakan di Xinjiang, Hong Kong, dan Tibet itu pun memicu reaksi yang keras dari China pada Rabu, 23 Juni 2021.

Pernyataan bersama-sama dari negara-negara telah dinantikan secara luas, juga direncanakan selama beberapa hari dan disampaikan pada hari kedua sesi ke-47 dewan di Jenewa.

"Kami sangat prihatin dengan situasi hak asasi manusia di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang," kata duta besar Kanada Leslie Norton, sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari Channel News Asia, Selasa, 23 Juni 2021.

Baca Juga: Ditentang Aktivis, Warga China Tetap Adakan Festival Daging Anjing Selama 10 Hari

Pernyataan itu didukung antara lain oleh Australia, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Spanyol, dan Amerika Serikat.

China harus mengizinkan kepala hak asasi PBB Michelle Bachelet dan pengamat independen lainnya untuk mengakses langsung ke Xinjiang.

Selain itu, dikatakan juga untuk mengakhiri penahanan sewenang-wenang terhadap warga Uighur dan minoritas muslim lainnya.

“Laporan yang dapat dipercaya menunjukkan bahwa lebih dari satu juta orang telah ditahan secara sewenang-wenang di Xinjiang," katanya.

Baca Juga: Bukan Manusia, Wanita Cantik Ini Ternyata Mahasiswi Virtual Pertama di China

"Ada pengawasan luas yang secara tidak proporsional menargetkan orang Uyghur dan anggota minoritas lainnya serta pembatasan kebebasan mendasar dan budaya Uighur," katanya, melanjutkan.

Pernyataan itu mengutip laporan penyiksaan atau perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat.

Tak hanya itu, ada pula laporan akan terjadinya sterilisasi paksa, kekerasan seksual dan berbasis gender, dan pemisahan paksa anak-anak dari orang tua mereka.

Jumlah penandatangan tersebut meningkat dari 22 duta besar yang menulis surat kepada Bachelet pada 2019 yang mengecam perlakuan China terhadap Uighur.

Baca Juga: Pamerkan 5.000 Wajah Mahasiswi, Pameran di China Ditutup Usai Mendapat Hujatan Warga

China sendiri membantah telah menganiaya orang Uighur, yang pernah menjadi mayoritas di tanah leluhur mereka sampai negara membantu gelombang etnis Han China bermigrasi ke sana.

Beijing menegaskan pihaknya hanya menjalankan pusat pelatihan kejuruan yang dirancang untuk melawan ekstremisme.

Bachelet mengatakan kepada dewan pada hari Senin bahwa dia berharap akhirnya dapat mengunjungi Xinjiang tahun ini dan diberi akses.

Pernyataan pada pertemuan tersebut dipastikan membuat China murka, yang mengecam apa yang dikatakannya sebagai campur tangan kekuatan asing dalam urusan internalnya.

Baca Juga: Joe Biden Pertanyakan Rencana China yang Akan Menyelidiki Asal-Usul Covid-19

Deklarasi bersama juga menyatakan keprihatinan atas memburuknya kebebasan fundamental di Hong Kong dan situasi hak asasi manusia di Tibet.

Langkah itu dilakukan setelah perjalanan luar negeri pertama Presiden AS Joe Biden, di mana ia mengumpulkan persatuan G7 dan NATO dalam melawan Beijing, dengan Washington mengidentifikasi China sebagai tantangan global unggulan.

Pernyataan itu menyampaikan pesan penting pada pihak berwenang China, bahwa mereka tidak berada di atas pengawasan internasional, jelas Agnes Callamard, kepala kelompok hak asasi Amnesty International.

"Tetapi negara-negara saat ini pala kelompok hak asasi Amnesty International," ucapnya.***

Editor: Rinrin Rindawati

Sumber: Channel New Asia

Tags

Terkini

Terpopuler