“Kita harus berhenti menormalkan pemerkosaan,” sambungnya.
Baca Juga: Daerah Rumahnya di Jakarta Tidak Banjir, Jansen Sitindaon: Mantap Juga Gubernur Anies Baswedan
Aksi serupa juga berkembang di halaman Facebook yang diprakarsai oleh seorang mantan Pramugari.
Ia berbagi pandangan tentang adegan tersebut kepada 200.000 pengikutnya, ia juga mencerca jalan cerita tersebut.
“Mengapa mereka harus menggambarkan korban pemerkosaan sebagai orang yang tercela?” kata unggahan itu.
“Seluruh dunia telah berkembang, mungkin kita juga harus,” sambungnya
Bagi para pegiat, sinetron Thailand mencerminkan banyak nilai sosial yang tertanam dan merusak serta menahan perempuan dalam masyarakat Thailand.
"Mereka memperkuat nilai laki-laki, sekaligus merendahkan nilai perempuan," kata Galevalin Tummaratchai, 37, seorang peneliti kekerasan struktural di Universitas Thammasat.
“Pertunjukan ini hanyalah reproduksi dari mentalitas bahwa laki-laki memiliki nilai lebih dari pada perempuan, inilah mengapa masyarakat kita belum pergi kemanapun dalam hal kesetaraan gender,” sambungnya.***