Setahun setelah itu, Gotabaya Rajapaksa, yang terkenal karena menghancurkan pemberontakan selama puluhan tahun di utara negara itu sebagai menteri pertahanan, terpilih sebagai presiden setelah menjanjikan tindakan keras terhadap ekstremisme.
Rajapaksa dituduh melakukan pelanggaran hak yang meluas selama perang, tetapi dia membantah tuduhan itu.
Weerasekera mengatakan pemerintah juga berencana untuk melarang lebih dari seribu madrasah yang menurutnya melanggar kebijakan pendidikan nasional.
"Tidak ada yang bisa membuka sekolah dan mengajarkan apa pun yang Anda inginkan kepada anak-anak," kata dia.
Aturan pemerintah tentang burkak dan sekolah Islam menyusul perintah tahun lalu yang mengamanatkan kremasi bagi mereka yang meninggal akibat Covid-19.
Ini bertentangan dengan keinginan Muslim, yang ingin menguburkan jenazah mereka.
Larangan ini dicabut awal tahun ini setelah mendapat kritik dari Amerika Serikat dan kelompok hak asasi internasional.
Pencabutan itu juga tak terlepas dari peran 57 anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang mengangkat kebijakan kremasi paksa di Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa, pada Februari lalu.
Baca Juga: Bom Mobil Meledak di Afghanistan, 7 orang Tewas dan 50 lainnya Terluka
Ketua Kantor Komisaris Tinggi untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR), Michelle Bachelet, mengatakan kebijakan tersebut dapat menyebabkan penderitaan bagi muslim maupun Kristen.