Para ilmuwan itu lalu memasangkan sensor pada tubuh jangkrik yang berfungsi sebagai perekam dan pengirim informasi dari lobus antena jangkrik menuju komputer operator.
Baca Juga: Mengenal Depresi hingga Skizofernia, Simak 5 Film tentang Kesehatan Mental
Jangkrik yang telah dipasangi alat dapat terus-menerus mendeteksi bahan peledak selama tujuh jam setelah pemasangan elektroda hingga akhirnya kelelahan dan mati.
Dalam eksperimen itu, jangkrik ditaruh di sebuah alat beroda yang dapat dikendalikan dari jarak jauh karena proses pemasangan alat-alat sensorik membuat jangkrik tidak bisa bergerak lagi.
Setelah dipindahkan ke berbagai tempat, jangkrik itu masih bisa mendeteksi zat peledak di tempat yang berbeda-beda.
Untuk menguji kemampuannya membedakan bau peledak, para peneliti mengembuskan berbagai uap bahan peledak ke antena jangkrik, termasuk uap trinitrotoluena (TNT) dan pendahulunya, 2,4-dinitrotoluena (DNT).
Variabel kontrol yang digunakan adalah zat non-bahan peledak seperti udara panas dan benzaldehida.
Selain menguji jangkrik satu per satu, para ilmuwan itu juga menguji tujuh jangkrik secara bersamaan karena pada situasi nyata, bau peledak dapat terganggu oleh faktor-faktor alam seperti angin dan hujan.
Baca Juga: “The Batman” Tonjolkan Aspek Detektifnya, Mungkinkah Bertemu Joker?