Kasus Positif Covid-19 Dekati 50.000, Media Australia Sebut Indonesia Akan Jadi Hotspot Baru Dunia

- 24 Juni 2020, 18:21 WIB
ILUSTRASI pemakaman pasien covid-19.
ILUSTRASI pemakaman pasien covid-19. //Tim Portal Jember

PR BEKASI - Baru-baru ini, salah satu artikel yang dimuat di media Australia The Sydney Morning Herald menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi menjadi pusat atau hotspot baru pandemi virus corona atau Covid-19 dunia.

Pada artikel yang ditulis oleh James Masola dengan judul "The World's Next Coronavirus Hotspot is Emerging Next Door", penulis memberikan beberapa bukti tertinggalnya Indonesia dari negara-negara Asia Tenggara lainnya dalam melawan pandemi Covid-19.

Dalam kata lain, saat sebagian negara di Asia Tenggara dinilai berhasil menekan angka penyebaran Covid-19, justru Indonesia dalam kasus baru Covid-19 hariannya terbilang masih banyak.

Baca Juga: Kutuk Aksi Militer Tiongkok, PM Taiwan Beri Sindiran: Urus Saja Gelombang Kedua Virus Corona 

Dilansir Sydney Morning Herald, Rabu 24 Juni 2020, Australia utara kini siap bersedia mengambil keputusan sulit yang diperlukan untuk menekan laju infeksi yang berkembang pesat. Dilaporkan Australia mencatat kematian pertamanya kembali setelah lebih dari sebulan tidak ada kasus kematian yaitu pria 80 tahun-an di wilayah Victoria.

"Ketika perhatian dunia mengarah pada Amerika Serikat, India, Rusia, dan Brazil yang mencatat infeksi harian hingga puluhan ribu, Indonesia berada di bawah radar (kami)," kata SMH dalam artikel tersebut.

Kemudian dalam artikel tersebut dilanjutkan dengan mengeluarkan hasil pengamatan bahwa selama delapan dari sepuluh hari terakhir, media Australia itu mencatat lebih dari 1.000 infeksi baru setiap harinya di Indonesia, sementara hanya dua hari lainnya di bawah 1.000 kasus baru. Total kasus hingga sore hari ini pun mencapai 49.009 kasus dengan 2.573.

Jauh lebih memprihatinkan disebutkan pada artikel itu adalah tingkat pengujian yang sangat rendah dan tingkat kematian yang tinggi secara proposional.

Baca Juga: Kembali Serang Pendahulunya, Donald Trump Sebut Barack Obama Pengkhianat AS 

Pada situs Worldometer, Indonesia saat ini berada di peringkat 163 dengan jumlah tes sebanyak 2.521 per 1 juta penduduk.

Penulis pun membandingkan dengan Rusia yang berada di peringkat 18 dengan 122.001 tes per 1 juta penduduk. Sementara, AS berada pada peringkat 27 dengan 89.7318 tes per 1 juta penduduk. India lebih baik dari Indonesia. Negara di Asia Selatan tersebut menempati peringkat 138 dengan 5.329 tes per 1 juta penduduk.

Penulis juga mengkritik cara Pemerintah Indonesia yang dengan cepat melonggarkan pembatasan pergerakan masyarakatnya, yang kini tengah memasuki masa tatanan normal baru.

Hal ini terlihat dengan transportasi umum, penerbangan, pusat perbelanjaan, dan tempat peribadatan sudah mulai kembali di buka di beberapa kota di Indonesia.

Baca Juga: Berunding 11 Jam, Militer India dan Tiongkok Sepakat Tarik Pasukan dari Wilayah Himalaya 

Padahal Reuters telah melaporkan bahwa terdapat ratusan anak di Indonesia yang diyakini meninggal akibat pandemi Covid-19. Secara resmi, terdapat 380 anak yang meninggal dalam klasifikasi orang dalam pemantauan (ODP), yang dapat diartikan anak-anak tersebut menunjukkan gejala tetapi belum dilakukan tes pemeriksaan Covid-19.

"Hampir sejak awal, Pemerintah Indonesia menangani pandemi ini dengan buruk," ucap SMH dalam artikel tersebut dikutip oleh Pikiranrakyat-Bekasi.com.

Tak tanggung-tanggung, media Australia itu juga menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia gagal dalam memerangi pandemi tersebut.

Hal itu didasari dengan pernyataan dari Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto yang menyatakan bahwa kekuatan doa akan melindungi negara.

Baca Juga: Anggota TNI Tewas dalam Serangan di Kongo, DK PBB Desak Pelaku Segera Diseret ke Meja Hijau 

Selanjutnya, adanya pengakuan Presiden Joko Widodo yang menyebutkan bahwa informasi telah dirahasiakan dari publik untuk menghindari bahaya.

Sedangkan, ada banyak penguncian yang tertunda, larangan orang mudik selama liburan keagamaan, tingkat pengujian yang buruk, dan sekarang pelonggaran pembatasan karena jumlah kasus meningkat.

"Butuh waktu hingga 2 Maret 2020 bagi pemerintah untuk bahkan mengakui kasus pertamanya meskipun banyak bukti awal yang bertentangan," kata SMH pada artikel itu.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Sydney Morning Herald


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x