Citayam Fashion Week Bisa seperti Hip Hop di Amerika Serikat? Simak Penjelasan Peneliti BRIN

- 19 Juli 2022, 13:18 WIB
Ilustrasi Citayam Fashion Week, peneliti BRIN menanggapi tren tersebut, singgung Hip Hop dan Harajuku.
Ilustrasi Citayam Fashion Week, peneliti BRIN menanggapi tren tersebut, singgung Hip Hop dan Harajuku. /TikTok @abdulsofiallail

PR BEKASI – Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ranny Rastati, menanggapi fenomena Citayam Fashion Week yang viral akhir-akhir ini.

Diketahui tren Citayam Fashion Week itu bermula dari sekumpulan remaja yang berkumpul di kawasan Stasiun MRT Dukuh Atas, Jakarta.

Kawasan itu menjadi ramai usai selesai dibangun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2019 sehingga menjadi ruang terbuka yang hidup.

Baca Juga: Lirik dan Terjemahan Lagu Glimpse of Us – Joji, Bikin Galau Satu Dunia

Kemudahan akses menuju ke sana menyebabkan para remaja itu bisa datang ke ruang publik terbuka tersebut meski bermodalkan kantong yang tidak terlalu tebal.

Disebutkan bahwa tata kelola taman itu apik, ada tempat jalan kaki, lalu lintas yang sepi, hingga latar belakang keren gedung pencakar langit yang cocok untuk konten media sosial.

“Kebutuhan untuk membuat konten media sosial pun membuat kawasan seperti Dukuh Atas semakin populer di kalangan remaja,” kata Ranny.

Baca Juga: Drama Korea Anna Tayang di Mana? Simak Link Nonton dan Jadwal Tayang Episode 1 hingga Tamat

Menurut peneliti tersebut, para remaja dengan gaya bicara blak-blakan dan fesyen unik itu berasal dari kawasan penyangga Jakarta seperti Bojonggede di Bogor, Citayam, maupun Depok.

“Namun, tak sedikit pula yang berasal dari Jakarta seperti Ancol, Tanjung Priok, dan Cakung. Mereka datang ke kawasan Dukuh Atas untuk mencari teman, pacar, atau sekadar menghabiskan waktu,” katanya.

Menurut Ranny, fenomena serupa sudah pernah terjadi tepatnya di kawasan Blok M pada dekade 1980 hingga 1990-an.

Baca Juga: Bacaan Doa Setelah Sholat Witir, Lengkap dalam Latin dan Terjemahan

“Aktivitas mereka akrab disebut jalan-jalan sore (JJS). Mereka saling adu gaya fesyen dan unjuk kemampuan menari breakdance,” ujarnya.

Tak hanya di Indonesia, nyatanya Jepang juga punya tren sama yakni Harajuku, tren itu bermula di Stasiun Harajuku, Tokyo pada 1964 silam.

Berkaitan dengan tren Citayam Fashion Week tersebut, Ranny menyebut ada potensi yang bisa dikembangkan, salah satunya gaya fesyen jalanan khas Jakarta Raya.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Capricorn dan Cancer, Rabu 20 Juli 2022: Perhatikan Kesehatan Mental

Selain menampilkan akses ruang publik yang mudah, tren itu juga berpeluang melahirkan kelompok pinggiran yang bisa bergaya tanpa banyak biaya.

“Ditambah lagi, pakaian yang dikenakan pun banyak berasal dari merek lokal,” ujarnya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari laman The Conversation.

“Untuk melihat potensi CFW, kita dapat berkaca pada proses lahirnya budaya Hip Hop di Amerika Serikat (AS) pada tahun 70-an hingga 80-an, yang dipelopori remaja Afrika-Amerika di kawasan kota New York,” kata Ranny.

Baca Juga: Zulkifli Hasan Pantau Harga Kebutuhan Pokok di Pasar Cirebon: Kabar Baik...

Hip Hop tersebut, sebagaimana Citayam Fashion Week yang sempat dianggap mengotori lingkungan dan meresahkan warga, kini telah menjadi gaya anak muda Amerika Serikat.

“Hip Hop berhasil berkembang dari budaya jalanan lokal menjadi industri internasional bernilai miliaran dolar,” ujarnya.

Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan, lanjut Ranny, untuk menyikapi hal itu adalah sosialisasi kebersihan dan ketertiban hingga perlunya fasilitasi kreativitas dari pemerintah di ruang publk modern tersebut seperti live music atau pertunjukkan fesyen.***

Editor: Akhmad Jauhari

Sumber: The Conversation


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah