Said Aqil Sebut Intoleran Bertentangan dengan Islam serta Ingatkan Turunnya Ayat La Iqra Fiddin

6 April 2021, 21:30 WIB
Ketua Umum Nadhlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siradj. /Tangkapan layar YouTube/TVNU

PR BEKASI – Masyarakat Indonesia dikejutkan dengan rentetan teror yang terjadi dalam beberapa waktu belakang.

Ketua Umum Nadhlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj saat dimintai pendapatnya mengenai rentetan aksi teror di Indonesia belakangan ini.

Menyebutkan bahwa sifat intoleran merupakan hal yang bertentangan dengan Islam hal itu ia ungakp usai menghadiri pengukuhan pengurus PCNU Kabupaten Bogor di Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Selasa, 6 Maret 2021.

"Mengutuk segala bentuk kekerasan. Intoleransi saja itu bertentangan dengan Islam," kata Said Aqil seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara pada Selasa.

Baca Juga: Kakak dan Adik Tulis Pesan di Instagram Sebelum Bunuh 4 Anggota Keluarganya Lalu Bunuh Diri

Baca Juga: Benny Wenda Kembali Berulah, Gembar-gemborkan Pemerintah Indonesia Teroris ke Media Asing

Baca Juga: Alami KDRT dari Dennis Lyla di Hadapan sang Anak, Thalita Latief: Dia Bingung dan Takut Sama Ayahnya

Ia menyebutkan bahwa, umat Islam bahkan tidak dibolehkan untuk memaksa umat lain untuk memeluk agama Islam.

"Hasyim AL Khazraj punya anak, ga mau masuk Islam. Marah ayahnya, mau dibunuh mengancam anaknya. Turun ayat La Iqra Fiddin, tidak boleh memaksa masuk Islam. Itu sejarah. Tidak boleh ada paksaan intimidasi," tutur KH Said Aqil.

Senada, Wakil Ketua PCNU Kabupaten Bogor Saepudin Muhtar alias Gus Udin menyebutkan bahwa rentetan aksi teror yang dianggap melibatkan suatu agama, justru merupakan perilaku yang dimusuhi oleh semua agama.

"Aksi yang dilaksanakan dan terjadi akhir-akhir ini kejahatan kemanusiaan yang merupakan musuh semua agama, kejahatannya tidak dibenarkan agama apapun," ujarnya.

Ketua Bidang Pendidikan MUI Kabupaten Bogor itu berharap ada benteng yang kokoh pada setiap diri warga, agar tidak terkontaminasi paham radikal yang mengatasnamakan agama.

"Masyarakat Kabupaten Bogor dengan kultur religius diharapkan bisa membentengi diri dari badai tsunami pemikiran-pemikiran (radikal) itu," kata Gus Udin.

Lebih lanjut, dalam kesempetan berbeda, menurut Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta menyebutkan tindakan pencegahan terorisme memerlukan kolaborasi erat antara pemerintah dan masyarakat.

Agar hal itu berhasil, kata Stanislaus Riyanta, pemerintah perlu memperkuat kapasitas masyarakat dan menjalin komunikasi secara terus menerus.

"Kolaborasi antara state actor dan non state actor ini sangat penting untuk pencegahan terorisme karena terorisme tidak mungkin diurus hanya oleh Pemerintah," katanya.

Stanislaus berpendapat bahwa kunci pencegahan kelompok intoleran ada di tengah masyarakat, terutama keluarga.
Deteksi dini benih radikalisme dan terorisme pertama kali di tingkat keluarga.

"Negara perlu memberikan pembekalan kepada semua keluarga dan masyarakat untuk mampu melakukan deteksi dini atas ideologi radikal terorisme," katanya.

Menurut dia, radikalisme dan terorisme terus berkembang secara pesat. Keberadaan teknologi dan jaringan internet memudahkan propaganda kepada siapa pun tanpa mengenal batas dan jarak.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler