PR BEKASI - Deputi Badan Komunikasi Strategis Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Demokrat Ricky Kurniawan menyebarkan informasi riset Universitas Oxford terkait buzzer di Indonesia.
Riset tersebut digarap oleh Samantha Bradshaw dan Philip N. Howard dari Universitas Oxford pada 2019 silam.
Adapun riset tersebut berjudul 'The Global Disinformation Order 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation'.
Dalam riset tersebut, diketahui bahwa Indonesia menjadi satu dari 70 negara yang menggunakan pasukan siber alias buzzer untuk sejumlah kepentingan sepanjang 2019.
Baca Juga: Abdillah Toha Mulai Percaya Kehadiran Buzzer Karena Hal ini, Warganet: Berkah Ramadhan Pak
Laporan setebal 23 halaman itu disebutkan bahwa sejumlah pihak di Indonesia yang menggunakan buzzer adalah politisi, partai politik, dan kalangan swasta.
Menurut riset tersebut, buzzer di Indonesia dinilai memiliki kapasitas yang rendah karena melibatkan tim yang kecil dan aktif pada momen tertentu sehingga hanya dibayar sekitar Rp1-50 juta.
Menanggapi hal tersebut, Ricky Kurniawan menilai uang tersebut lebih baik diberikan kepada rakyat miskin.
"Uang sebesar itu lebih bermanfaat dan berkan apabila diberikan kepada rakyat miskin dan anak putus sekolah," kata Ricky Kurniawan dalam akun Twitter-nya, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Beksi.com pada Minggu, 9 Mei 2021.
Sementara itu, Jusuf Kalla (JK) sebelumnya sempat mengatakan bahwa buzzer sengaja dibayar untuk mem-bully siapapun yang mengkritik pemerintah.
JK menerangkan awalnya buzzer dihadirkan hanya untuk kepentingan kampaye pemilu yang bertugas menyebarkan hal positif kandidat yang didukungnya.
Setelah masa kampanye selesai, seharusnya tugas buzzer ini juga berakhir.
Akan tetapi, yang terjadi justru sebaliknya. Ada pihak yang menjadikan buzzer sebagai kelompok yang terus dipelihara.***