Komnas Perempuan Kritik RUU Ketahanan Keluarga: Timpang Tindih Hukum

25 Februari 2020, 16:24 WIB
ILUSTRASI RUU /PIXABAY/

PIKIRAN RAKYAT - Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga yang diusulkan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menuai kritik dari berbagai kalangan, salah satu kritikannya datang dari Komnas Perempuan.

Menurut Komnas Perempuan, usulan RUU Ketahanan Keluarga tidak dibutuhkan hal tersebut dengan beberapa pertimbangan.

Pertimbangan Komnas Perempuan tersebut, pertama bahwa RUU ini akan memperbanyak timpang tindih hukum. Hal itu tercermin dari sejumlah banyak usulan tentang aturan dan norma yang merupakan pengulangan dari produk hukum yang telah ada.

Baca Juga: Terungkap, Kenapa Kita Jarang Melihat Kunang-kunang

Sementara itu menurut Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin menjelaskan bahwa Persoalan-persoalan yang dihadapi oleh keluarga yang dijelaskan dalam naskah akademis RUU Ketahanan Keluarga hadir akibat lemahnya implementasi hukum dan kebijakan lain yang telah ada. Hal ini tampak dari usulan pengaturan yang bersifat programatik.

Karenanya, menurut Mariana fokus utama perbaikan dari persoalan-persoalan ini semestinya berada di atas percepatan implementasi hukum dan kebijakan nasional dan daerah serta penguatan peran kelembagaan pengampunya.

“Bukan dengan UU baru maupun dengan kelembagaan baru. Apalagi persoalan-persoalan yang merupakan tantangan nasional ini telah diterjemahkan ke dalam Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024,” kata Mariana sebagaimana dikutip dari situs resmi Komnas Perempuan.

Baca Juga: Terus Tunjukan Penampilan yang Stabil, Liverpool di Ambang Pecahkan Banyak Rekor

Selanjutnya, menurut Mariana, persoalan lain yang terkait kekerasan seksual dalam perkawinan dan keluarga secara lebih rinci telah disusun dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

Dia menjelaskan bahwa upaya untuk menjamin perlindungan bagi perempuan (dan anak perempuan serta kelompok rentan lainnya di dalam keluarga) dari berbagai bentuk kekerasan seksual serta keberpihakan kepada korban, perlu diwujudkan dengan melanjutkan pembahasan dan mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual segera mungkin, sesuai dengan program legislasi nasional prioritas 2020.

Pertimbangan lain yang ditetapkan oleh Komnas Perempuan adalah kemajuan perlindungan hukum bagi perempuan dari tindak kekerasan dan diskriminasi dalam konteks perkawinan dan keluarga telah ditemukan dalam berbagai produk perundang-undangan.

Baca Juga: PLN Padamkan 456 Gardu di Bekasi, Berikut Wilayah yang Terdampak

Dalam peraturan perlindungan hukum bagi perempuan tersebut terutama UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang telah direvisi dalam UU No.31 Tahun 2014 dan UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

“Bahkan Mahkamah Agung telah pula mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan berhadapan dengan Hukum termasuk perempuan korban,” ujar Mariana.

Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, Komnas Perempuan merekomendasikan agar DPR RI dan Pemerintah, serta masyarakat Indonesia untuk menghentikan pembahasan usulan ruu itu sehingga dapat memfokuskan diri pada proses legislasi nasional yang menjawab kebutuhan hukum yang mendesak, termasuk RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: Komnas Perempuan

Tags

Terkini

Terpopuler