Meski Dinilai 'Gagal', Yasonna Laoly Ngotot Ingin Tetap Laksanakan Kembali Program Asimilasi

25 Juni 2020, 18:09 WIB
MENTERI Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly.* /Antara/

PR BEKASI - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly ngotot akan tetap melaksanakan program pemulangan sejumlah narapidana atau yang dikenal dengan program asimilasi. Hal itu disebutkan karena didasarkan kemanusiaan.

Selain itu, ia mengatakan dengan melaksanakan program pemulangan sejumlah narapidana melalui program asimilasi adalah cara untuk mencegah penularan virus corona atau Covid-19 di lembaga pemasyarakatan (Lapas) dan rumah tahanan (Rutan).

"Demi mencegah adanya penularan Covid-19 di lingkungan lapas/rutan. Karena di dalam sana tidak memungkinkan dilakukan jaga jarak sebagaimana protokol kesehatan yang berlaku," kata dia.

Baca Juga: Jadi Provinsi dengan Tingkat Korupsi Tertinggi, Pemprov Jabar Evaluasi Diri 

Yasonna Laoly mengatakan hal tersebut dalam sidang perdana gugatan atas kebijakan asimilasi dan integrasi narapidana yang digelar di Pengadilan Negeri Surakarta, Solo, Jawa Tengah.

"Saya yakin hakim bisa melihat dengan jernih karena tidak ada yang menentang hukum dari kebijakan ini dengan pelaksanaannya," kata dia sebagaimana dilansir Pikiranrakyat-Bekasi.com dari RRI.

Menurut penilaian Yasonna Laoly, pengawasan terhadap narapidana yang dikeluarkan melalui program asimilasi dan mengintegrasikan Covid-19 telah berjalan efektif. Dikatakan dia, hal tersebut bisa dilihat berdasarkan rasio narapidana asimilasi yang kembali berulah di masyarakat.

Baca Juga: Salip Kasus di DKI Jakarta, Jokowi Turun Tangan Minta Covid-19 di Jatim Terkendali dalam Dua Pekan 

Sejauh ini total narapidana dan anak yang dikeluarkan lewat program asimilasi dan didukung terkait Covid-19 mentransfer 40.020 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 222 terbukti berhasil diselesaikan asimilasinya dicabut.

Jika dikalkulasi, rasio narapidana asimilasi yang kembali berulah di masyarakat sekitar 0,55 persen. Yasonna mengatakan, angka ini jauh lebih rendah dari tingkat residivis pada kondisi normal sebelum COVID-19 yang bisa mencapai 10,18 persen.

"Tanpa mengecilkan jumlah ini, tingkat rendahnya pengulangan ini lepas dari pengawasan yang dilakukan terhadap narapidana asimilasi," ujarnya.

Baca Juga: Nenek Ikonik 'RCTI Oke' Meninggal Dunia, sang Anak Ceritakan Firasatnya 

Yasonna Laoly mengatakan ada tiga tahapan dalam pengawasan yang akan dilakukan di antaranya preventif dan represif yang tak hanya melibatkan petugas pembimbing kemasyarakatan (PK), balai pemasyarakatan (Bapas), serta adanya koordinasi dengan pihak-pihak terkait.

"Salah satu evaluasi yang kami lakukan terkait program ini adalah pengawasan khusus dan pengawasan yang kami lakukan. Pengawasan terhadap narapidana asimilasi tidak hanya dilakukan oleh petugas PK Bapas, tetapi sampai berkoordinasi dengan penegak hukum lain dan jajaran Forkopimda hingga ke tingkat RT / RW," ucapnya.

Menanggapi tudingan terkait keresahan publik terkait kebijakan asimilasi narapidana COVID-19, Yasonna Laoly meyakini masyarakat sudah semakin paham dan menerima alasan di balik program ini.

Baca Juga: Ingin Hilangkan Kesan Angker, Pemakaman di Madiun Dicat Warna-warni 

Hal ini disebut Yasonna tidak lepas dari upaya yang dilakukan jajarannya dalam memberikan penjelasan kepada publik, termasuk melakukan konfirmasi atas berita yang tidak benar terkait dengan narapidana asimilasi.

"Semakin ke sini, masyarakat semakin bisa melihat bahwa memang ada faktor yang mendukung dikeluarkannya kebijakan asimilasi dan mendukung terkait COVID-19, yaitu kebijakan yang harus dilakukan negara dalam menghadapi pandemi ini," katanya.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler