"Pertama pada bulan April kita mendapat paket bantuan yang masih sangat komplit, ada beras 10 kg, minyak goreng 1 kg, mie instan 5 buah, susu UHT cair 5 buah, sarden 4 buah, gula, dan sabun," kata Muharyati.
Namun, pada bulan kedua, isi bansos yang diterima pun mulai berubah, mulai dari merek hingga kualitas yang memburuk.
"Untuk bantuan kedua, bulan Mei, itu masih lengkap tapi susunya sudah mulai berubah, kemudian gula menghilang, sarden dan minyak goreng berubah merek, dan ini lebih jelek kualitasnya, telur juga tidak ada," kata Muharyati.
Tak berhenti sampai di situ, di bulan ketiga, paket bansos mulai mengalami kemerosotan yang sangat drastis, karena kualitasnya yang tidak layak dikonsumsi.
"Kemudian untuk yang ketiga, sudah banyak sekali perubahan, banyak sekali kemerosotan, terutama mie instan mereknya berubah, cabe juga mereknya tidak ada di pasaran," kata Muharyati.
Baca Juga: Kaget dan Prihatin Mantan Istrinya Terjerat Kasus Narkoba, Andika Mahesa: Setahu Saya, Caca Baik
"Kalau beras berkutu, sudah ada yang menjadi tepung-tepung gitu. Sardennya maaf, sudah bau, maksudnya itu baunya amis menyengat. Jadi sudah tidak layak konsumsi," sambungnya.
Muharyati lantas menjelaskan bahwa selama pandemi, kebanyakan para penyandang disabilitas bekerja di sektor informal terutama UKM, ada yang menjahit, pijat, salon, jualan kerupuk, sembako, makanan kecil, dan sebagainya.
"Di masa pandemi itu kita sulit sekali untuk memasarkan hasil produk kita. Nah di situlah, teman-teman merasa terpuruk sekali sejak pandemi Covid-19 ini," kata Muharyati.