PR BEKASI - Nama Bung Tomo sangat lekat dengan pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, yang kini dikenang sebagai Hari Pahlawan.
Tidak heran bila setiap memperingati Hari Pahlawan 10 November, makam Bung Tomo di TPU Ngagel Rejo, Surabaya, ramai dikunjungi peziarah.
Beruntung, Bung Tomo bisa dimakamkan di Surabaya, sehingga rakyat Indonesia bisa merenungi pertempuran 10 November saat Hari Pahlawan, dengan berziarah ke makamnya.
Karena sebenarnya, Bung Tomo yang meninggal pada 7 Oktober 1981 saat menunaikan ibadah haji, sempat dimakamkan di Mekkah.
Namun karena permintaan keluarga dan para kolega, jenazahnya bisa dibawa pulang empat bulan kemudian.
Sang istri, Sulistiana, dalam buku Bung Tomo Suamiku (2008), mengisahkan perjuangan untuk membawa jenazah suaminya ke tanah air.
Baca Juga: Bocoran Ikatan Cinta 6 November 2021: Irvan Murka! Ikbal Kepergok Katrin Ada di Kantornya
Tokoh bangsa yang memiliki nama lengkap Sutomo menjalankan ibadah haji pada usia 61 tahun bersama istri dan dua putrinya.
"Selama ini dia tidak pernah mengucapkan keinginannya berhaji,” tulis Sulistiana, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari bukunya.
Pejuang kemerdekaan itu mendapat amanah menjadi pemimpin kelompok terbang (kloter) yang berangkat bersamanya.
Namun sejak tiba di Arab Saudi kesehatannya merosot, ia bahkan mengalami koma dan harus dirawat di Rumah Sakit Jeddah.
Saat tiba melaksanakan wukuf, sesuai dengan ketentuan ibadah haji, Bung Tomo yang sedang sakit pun harus tetap dibawa ke Arafah.
Ketika di Arafah itulah, ia menghembuskan nafas terakhir, seusai melaksanakan wukuf, yang menjadi penyempurna ibadah haji.
Seperti halnya jemaah yang meninggal saat berhaji, jenazah Bung Tomo pun dikuburkan di Mekkah.
Namun kemudian pihak keluarga dan teman-teman almarhum menilai, jenazahnya lebih baik dibawa ke Indonesia.
Karena setelah musim haji, tulang belulang jenazah jemaah yang meninggal akan dibuang ke laut.
Baca Juga: Meskipun Rajin Baca Al-Quran, 3 Golongan ini Tidak Akan Mendapatkan Ridho Allah
Sehingga sebagai tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia yang dikenal dengan pidato yang membakar semangat arek-arek Surabaya itu, tidak bisa diziarahi.
Serangkaian lobi yang melibatkan pemerintah Indonesia dan Arab Saudi pun kemudian dilakukan.
Sampai akhirnya, keluarga Bung Tomo dipanggil Kedubes Arab Saudi di Jakarta.
Mereka diberitahu bahwa Raja Fahd – pemimpin Arab Saudi waktu itu, mengizinkan jenazah Bung Tomo dibawa pulang.
Lalu dibentuklah tim yang terdiri atas dokter ahli forensik, dokter pribadi, seorang sahabat, dan anaknya, Bambang Sulistomo.
Tim tersebut bertugas memastikan bahwa yang dibawa pulang adalah jenazah Bung Tomo.
Mereka berangkat ke Arab Saudi, empat bulan setelah Bung Tomo meninggal.
Setelah makam ditemukan, para dokter termasuk Bambang Sulistomo kemudian mengidentifikasi jenazah.
Baca Juga: Sedekah Mencegah Musibah, Ini Hadis dan Penjelasan Lengkapnya
"Tubuh ayah masih utuh. Hanya pipi sebelah kiri yang menyentuh ubin saja yang dagingnya agak rusak,” kata Bambang seperti ditulis Sulistiana dalam bukunya.
Jenazah Bung Tomo akhirnya dibawa pulang ke Indonesia, dan dilanjutkan ke Surabaya pada 3 Februari 1981.
Sesuai permintaan yang pernah disampaikan, Bung Tomo tidak dimakamkan di taman makam pahlawan tetapi di tempat pemakaman umum.
Bung Tomo dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional pada 2008, 17 tahun setelah meninggal. ***