PIKIRAN RAKYAT - Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin mengungkapkan lima kategori penganut paham radikal dalam kuliah umum yang diadakan di Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Dikutip dari Antara oleh pikiranrakyat-bekasi.com, kategori tersebut merupakan framework antiradikalisme dan antiterorisme yang diusulkan oleh BNPT.
Dengan memahami lima kelompok penganut radikalisme, Harapannya, rantai radikalisme di Indonesia dapat diputus secara tepat sasaran.
Baca Juga: Literasi Keuangan Menjadi Kunci Pengaturan Finansial di Masa Depan
Ma’ruf Amin juga berharap bahwa dengan diadakannya kuliah umum yang membahas radikalisme, perguruan tinggi dapat mengambil langkah preventif dalam penanganan radikalisme dan terorisme.
“Upaya menangkal radikalisme harus dimulai dari menangkal cara berpikir radikal dan memutus proses transfer cara berpikir radikal tersebut dari satu orang kepada orang lain," ujarnya.
"BNPT telah menyiapkan framework penanganan radikalisme dan terorisme yang dibagi dalam lima kelompok,” ucapnya.
Baca Juga: 4 Manfaat Konsumsi Teh Tawar, Tanpa Gula pun Tetap Nikmat
Adapun kelima kategori penganut paham radikalisme tersebut adalah indifference, latent, expressive, involvement group, dan action group.
Kategori pertama adalah indifference, yaitu kelompok yang tidak memiliki paham radikal namun terpapar media dan narasi-narasi berbau radikalisme.
Kelompok ini tidak bisa diidentifikasi.
Baca Juga: ICW: Jabar Duduki Posisi Pertama Wilayah Paling Korupsi, Kerugian Negara Rp 612,6 miliar
Kategori kedua adalah kelompok latent, yaitu kelompok yang diam-diam bersetuju dengan paham radikal namun tidak dapat melakukan tindakan radikal.
Kelompok ini pun tidak bisa diidentifikasi, sehingga penanganannya berupa peningkatan narasi positif dan imunitas terhadap pemahaman radikal dengan tujuan memblok pemikiran-pemikiran radikalisme dan terorisme.
Kelompok ketiga adalah kelompok expressive, yaitu kelompok orang-orang yang bersetuju dengan paham radikal dan mendukungnya melalui ruang publik seperti media sosial.
Menurut Ma’ruf Amin, kelompok ini dapat diidentifikasi dan harus ditangani dengan cara yang humanis agar tidak terjatuh semakin jauh dalam radikalisme.
Kelompok keempat adalah involvement group yang mulai mengikuti kegiatan-kegiatan radikal.
Cara penanganan kelompok tersebut adalah melalui penegakan hukum dan deradikalisasi.
Kelompok terakhir, yaitu action group merupakan kelompok yang telah melakukan tindakan terorisme.
Kelompok ini harus ditangani melalui penegakan hukum yang tegas dan deradikalisasi, serta penanganan pascakrisis untuk korban terorisme.
“Tujuan saya menyampaikan framework ini adalah agar kita memahami tahapan perubahan seseorang yang tadinya tidak memiliki pikiran radikal, perlahan-lahan dicuci otaknya melalui proses radikalisasi sehingga dapat menjadi pelaku terorisme,” tutur Ma’ruf.***