Menanggapi adanya insiden kekerasan terhadap Jurnalis Antara tersebut, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dan Koordinator KontraS Yati Andriyani menyampaikan sikap bersama.
Baca Juga: Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini Minta Doa agar Surabaya Tidak Hancur, Simak Faktanya
Usman Hamidi menyesalkan langkah kepolisian yang menetapkan Dedi sebagai tersangka. Padahal menurutnya, dalam kasus ini, Dedi adalah korban kekerasan karena dialah yang dikeroyok oleh lebih dua orang. Namun aparat kepolisian justru menetapkan Dedi sebagai tersangka penganiayaan terhadap orang yang mengeroyoknya.
“Kekerasan terhadap jurnalis yang sedang bertugas tidak bisa dibenarkan sama sekali. Kerja mereka dilindungi hukum internasional HAM termasuk hukum nasional seperti UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, baik dalam mencari, memperoleh dan menyebarluaskan informasi,” ucapnya.
“Pihak yang menghambat bisa terancam pidana. Jadi, penetapan tersangka tersebut menunjukkan minimnya jaminan kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers,” kata Usman sebagaimana dikutip dari situs resmi Amnesty International.
Baca Juga: Kemarin, Ridwan Kamil Resmikan Cafe Kopi di Australia Saat 31 Kecamatan di Bekasi Terendam Banjir
Sementara itu, menurut Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yati Andriyani mengatakan, aparat keamanan seharusnya lebih jeli dalam menilai mana penganiayaan dan mana yang merupakan pembelaan diri.
Yati menambahkan, pelaku pengeroyokan Dedi adalah orang yang pernah terlibat kasus pengancaman seorang jurnalis lainnya terkait kasus di mana Dedi ikut memberitakannya.
“Artinya, terdapat unsur ancaman terkait profesi Dedi, dan itu pelanggaran hukum karena wartawan dilindungi UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers,” terangnya Yati.
Baca Juga: Miliki Gejala Hampir Serupa, Berikut Perbedaan Infeksi Akibat Virus dan Bakteri