Adakan Diskusi Pemakzulan Presiden di Tengah Pandemi, Ahli: Kegiatan Berlebihan dan Mengada-ngada

- 7 Juni 2020, 12:45 WIB
ILUSTRASI tenaga medis Covid-19.*
ILUSTRASI tenaga medis Covid-19.* /Yulius Satria Wijaya/ANTARA/ANTARA FOTO

PR BEKASI - Ahli hukum administrasi negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr Johanes Tuba Helan SH MHum menilai, diskusi pemakzulan terhadap presiden sebagai kegiatan yang terlalu berlebihan dan mengada-ada.

"Soal pemakzulan presiden sudah diatur secara jelas dalam Pasal 7 A UUD 45, dan saya melihat saat ini tidak ada alasan yang kuat untuk pemakzulan itu. Jadi diskusi pemakzulan presiden saat ini terlalu berlebihan atau boleh dikatakan mengada-ada," kata Johanes dikutip oleh pikiranrakyat-bekasi.com dari Antara Minggu, 7 Juni 2020.

Johanes Tuba Helan yang juga mantan Kepala Ombudsman Perwakilan NTB dan NTT mengemukakan pandangan itu, berkaitan dengan adanya diskusi yang membahas pemakzulan presiden di tengah perang melawan Virus Corona jenis baru Covid-19.

Baca Juga: Tak Ingin Donald Trump Menjabat 2 Periode, Rapper Snoop Dogg Akan Ikut Pemilu untuk Pertama Kalinya

Menurut dia, diskusi tersebut kemungkinan dimotori oleh barisan sakit hati atau juga mereka yang berambisi dan bernafsu untuk menjadi presiden.

"Mungkin ini dilakukan oleh barisan sakit hati atau mereka yang berambisi dan bernafsu menjadi presiden, sehingga tidak bisa menunggu sampai lima tahun lagi," katanya.

Dia menambahkan, pemakzulan presiden sudah diatur secara jelas dalam Pasal 7 A UUD 1945.

Baca Juga: Terus Bertambah, Surabaya Catat 766 Pasien Virus Corona Dinyatakan Sembuh

"Mekanisme pemberhentian presiden melalui DPR ke MPR lalu ke Mahkamah Konstitusi (MK) kembali ke MPR untuk diambil keputusan," katanya.

Mengenai kemungkinan berkaitan dengan kebijakan, dia mengatakan, setiap keputusan ataupun kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam situasi darurat atau genting berbeda dengan kondisi normal.

Karena itu, setiap keputusan dapat dimaklumi walaupun kemungkinan ada yang dirugikan atau diuntungkan.

Baca Juga: Masuki Ranah Pendidikan, Berikut 3 Tahap New Normal Versi Unpad

"Keputusan dalam situasi darurat atau genting berbeda dengan situasi normal, jadi bisa dimaklumi. Pasti ada yang dirugikan dan ada yang diuntungkan, tetapi itu bukan alasan untuk pemakzulan," katanya.

Dalam sepekan terakhir, ada dua diskusi yang membahas pemakzulan presiden di tengah pandemi Covid-19.

Diskusi Webinar pertama diselenggarakan oleh Komunitas yang mengatasnamakan diri Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) yang mengangkat tema "Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan"

Baca Juga: Joko Widodo Dikabarkan Korupsi Dana Desa Rp 59 Triliun Saat Pandemi COVID-19, Simak Faktanya

Namun demikian, diskusi Webinar yang akan diadakan CLS FH-UGM itu dibatalkan.

Diskusi Webinar kedua bertajuk "Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Corona" yang digelar oleh Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (Mahutama) dan Kolegium Jurist Institute.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x