Hepatitis Akut Mengancam, BRIN Usulkan Deteksi Virus Melalui Serologi dan Molekuler

- 13 Mei 2022, 14:26 WIB
Ilustrasi. Kelompok Riset Hepatitis Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman Badan Risen dan Inovasi Nasional usulkan deteksi virus lewat molekuler.
Ilustrasi. Kelompok Riset Hepatitis Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman Badan Risen dan Inovasi Nasional usulkan deteksi virus lewat molekuler. /Pixabay/ernestoeslava

PR BEKASI – Saat ini penyakit hepatitis akut semakin mengancam dan telah menyebabkan korban meninggal dunia pada anak-anak pada rentang usia 1 bulan hingga 16 tahun.

Peneliti di dunia termasuk Badan Kesehatan Dunia atau WHO masih mendalami penyakit hepatitis akut.

Hingga kini penyakit hepatitis akut ini masih belum diketahui penyebabnya, namun jelas menyebabkan peradangan hati.

Baca Juga: One Piece 1050, Oda Beri Kejutan soal Topi Jerami, Ternyata King yang Akan Menjadi Nakama Luffy Selanjutnya

Sementara itu di Indonesia, penyakit hepatitis akut rencananya akan dideteksi lewat tes serologi dan molekuler.

Usulan ini datang dari Kelompok Riset Hepatitis Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang ikut mendalami penyakit hepatitis akut.

Lewat tes serologi dan molekuler, seseorang bisa diketahui telah atau pernah terinfeksi virus hepatitis akut.

Baca Juga: Siapakah Kamu di Karakter One Piece Berdasarkan Tanda Shio? Berikut Daftarnya

"Kami dari Kelompok Riset Hepatitis mengusulkan dan sudah mulai mencicil melakukan beberapa kegiatan penelitian sebagai berikut, melakukan deteksi serologi dan molekuler untuk identifikasi etiologi kasus hepatitis akut," ujar peneliti Korri El Khobar pada Kamis, 13 Mei 2922 seperti dikutip dari Antara.

Tes serologi bisa mendeteksi antibodi spesifik yang diproduksi tubuh usai mengenali protein suatu virus.

Adapun tes molekuler bisa mengenali materi genetik virus yang ada pada sampel tubuh. Hasil ini bisa menjadi konfirmasi atas diagnosis infeksi virus.

Baca Juga: Ahli: Mengurangi Aktivitas Media Sosial Selama 1 Minggu Bisa Menurunkan Tingkat Depresi

Bila hasil diagnosis positif adanya materi genetik virus, hasil tersebut bisa digunakan untuk mendapatkan sekuens virus lewat proses sequencing.

Sekuens virus ini berguna untuk mengenali jenis virus dan mendeteksi karakter virus lewat variasi pada sekuens.

Selain itu, sekuens virus bisa untuk mengidentifikasi sebaran epidemiologi virus serta menentukan kekerabatan virus.

Baca Juga: Penyakit Hepatitis A Banyak Ditemui di Seluruh Dunia, Kenali Pemicunya

Pada akhirnya, bila peneliti mampu mengenali karakter virus maka bisa menentukan faktor etiologi yang bisa menyebabkan atau memperparah penyakit hepatitis akut maupun bagaimana peluang penyakit ini menyerang orang dewasa.

Adapun manfaat lainnya dari penelitian sekuens materi genetik virus juga bisa digunakan untuk mempelajari interaksi etiologi penyebab hepatitis akut dengan sel imun di tubuh, khususnya organ hati.

Salah satu penyebab penyakit hepatitis akut yang saat ini tengah dibicarakan ialah adenovirus.

Baca Juga: Jadwal Tayang My Lecture My Husband 2 Lengkap dengan Link Nonton: Rumah Tangga Inggit dan Arya Terguncang

Namun Kelompok Riset Hepatitis Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman BRIN memastikan belum ada bukti ilmiah yang cukup untuk mendukung hipotesis tersebut.

Oleh karenanya masih perlu dilakukan penelitian-penelitian mendalam terutama membandingkan diagnosis hepatitis akut dengan berbagai penyebab hepatitis lainnya.

"Pemeriksaan biokimia akan memberi andil dalam penelusuran etiologi dan mengubah unknown (tidak diketahui penyebabnya) menjadi known (diketahui penyebabnya)," ujar peneliti Korri El Khobar.

Baca Juga: One Piece 1049 Bongkar Awal Mula Kaido Bertemu Sosok Legendaris Rocks hingga Raja Vodka

Tercatat ada sejumlah penyebab penyakit hepatitis seperti virus hepatitis A, B, C, D, dan E. Selain itu ada yellow fever, leptospirosis, cytomegalovirus (CMV), Eipstein Barr Virus (EBV), dan adenovirus (normal adenovirus infection atau novel variant adenovirus).

Infeksi hepatitis juga bisa disebabkan oleh infeksi atau sindroma post infeksi SARS-CoV-2 atau varian baru SARS-CoV-2, obat-obatan, toksin, atau pajanan lingkungan serta ko-infeksi.***

Editor: Thytha Surya Swastika

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah