Sebut Pelayanan Bandara Soekarno-Hatta Buruk, Trinity Traveler: Berasa Diospek, Kita Dibentak-bentak

- 28 September 2020, 17:39 WIB
Blogger Traveler sekaligus Penulis Buku, Trinity.
Blogger Traveler sekaligus Penulis Buku, Trinity. /Instagram @trinitytraveler

PR BEKASI - Travel blogger sekaligus penulis buku best seller "The Nekad Traveler", Trinity mengeluhkan buruknya penanganan penumpang pesawat dari luar negeri ketika mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten saat masa pandemi Covid-19.

Trinity membagikan pengalaman kurang mengenakkannya tersebut dalam cuitan di akun Twitter pribadinya @TrinityTraveler.

"Parahnya penanganan penumpang pesawat dari luar negeri ketika mendarat di bandara Soekarno-Hatta T3 saat pandemi," tulis Trinity di Twitter pada Minggu, 27 September 2020.

Dalam cuitannya tersebut, Trinity bercerita jika kemarin dia baru saja mendarat di Bandara Soekarno-Hatta di Terminal 3 usai melakukan perjalanan ke Turki selama 8 hari.

Baca Juga: Kaget Temukan Covid-19 di Makanan Beku, Tiongkok Hentikan Impor dari Indonesia, Brazil, dan Rusia

"Ceritanya gue ke Turki 19-26 September. Perginya gue udah rapid test dengan hasil non-reaktif. Kita cuma isi kartu selembar, isi nama, no paspor, no perbangan, dan tanggal/asal kedatangan (dibagikan di pesawat), cek suhu otomatis di bandara, tapi gak ditanya hasil rapid test," tulis Trinity menjelaskan.

Trinity menceritakan, sebelum pulang ke Indonesia, dirinya sempat mencari informasi di internet tentang cara masuk ke Indonesia. Salah satunya adalah harus mempunyai hasil tes PCR (swab test).

Meski situs yang memuat informasi tersebut tampak tidak resmi dan jelas dari pemerintah, tapi dirinya tetap berinisiatif melakukan tes PCR.

"Gue pun langsung tes PCR sehari sebelum terbang di hotel (sebagian hotel di Turki memfasilitasi tes dengan mendatangkan dokter). Puji Tuhan, hasil gue negatif," tulis Trinity.

Baca Juga: Lagu Penderitaan Rakyat Hingga Resmi Dilarang, Berikut Tiga Fakta dari Lagu ‘Genjer-genjer’ Mars PKI

Ternyata saat check in, petugas Turkish airlines langsung meminta hasil PCR untuk disertakan di boarding pass karena katanya masuk Indonesia harus ada hasil PCR (bukan rapid test) yang diambil maksimal 7 hari sebelumnya.

Trinity pun merasa lega karena dirinya sudah punya hasil tes tersebut.

Lantas, penumpang di pesawat dibagikan kartu kuning yang harus diisi. Namun, kejadian setelahnya justru membuat Trinity merasa kecewa.

"Begitu mendarat di CGK T3 kemarin sekitar jam 18.00, tau-tau diserbu dengan suara orang-orang teriak-teriak nyuruh penumpang ke arah kanan untuk duduk. Ada petugas yg membagikan kertas "klirens kesehatan" dari Kemenkes. Lha apa bedanya sama kartu kuning yak?," tulis Trinity.

Baca Juga: Dirjen RRL KKP Meninggal Dunia Akibat Covid-19, Edhy Prabowo Ungkap Sosok Aryo Hanggono

Saat itu, ratusan kursi sudah disediakan, lalu ada petugas, tentara, dan polisi yang teriak-teriak menyuruh semua penumpang untuk duduk dalam bahasa Indonesia.

Tapi sayangnya, tidak ada info tertulis ataupun verbal tentang apa yang harus dilakukan para penumpang.

Bahkan, warga negara asing pun ikut dibentak tentara dengan kalimat "Hey you, come back!".

Trinity menjelaskan akibat kejadian tersebut, penumpang semakin lama semakin menumpuk. Bahkan makin dibentak-bentak, tapi tak kunjung diberi tahu apa yang harus mereka lakukan.

Atas perlakuan tersebut, Trinity merasa dirinya dan penumpang lain seperti pengungsi illegal.

Baca Juga: Ingin Bersihkan Dunia dari DBD, Ilmuwan Ini Rela Beri Lengannya untuk Makan Ratusan Nyamuk Wolbachia

"Gue rasanya kayak sampah! Kita semua kayak lautan pengungsi illegal yg didudukin! Gimana perasaan WNA coba?," tulis Trinity.

Akhirnya, dirinya pun mengambil posisi duduk di bagian agak depan dan berinisiatif mengisi formulir memakai pulpen sendiri. Sementara penumpang lainnya masih diteriaki untuk duduk.

Trinity mengungkapkan bahwa situasi saat itu sangat mengintimidasi dan sama sekali tidak ada upaya menjaga jarak.

Karena suasana semakin tegang, diikuti teriakan dan bentakan dari petugas berseragam, Trinity pun sempat mengambil sebuah foto sebagai bukti kejadian saat itu, dan dibagikannya di Twitter.

Trinity juga sempat melihat ada WNA yang diberikan akses maju terlebih dahulu dari antrean. Dirinya pun berinisiatif untuk bertanya, tapi tidak mendapat jawaban yang pasti.

Baca Juga: Liga 1 Kembali Bergulir Akhir Pekan Ini, Supardi Nasir Minta 'Sesuatu' ke Pemain Persib Bandung

"Gue pun ikutan maju. Gue tanya ke petugas yang ngasih jalan ke bule, 'Kok mereka boleh duluan? Jadi sekarang kita harus ngapain sih? Kok ga ada info?' Jawabnya, 'Maju aja, bu!'," tulis Trinity.

Trinity juga menjelaskan bahwa saat itu penumpang di area tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yakni penumpang yang memiliki tes PCR dan yang belum memiliki PCR.

Lalu, saat berada di area meja yang terbuka, dirinya dan penumpang lain dimintai surat tes PCR, kartu kuning, dan formulir oleh petugas yang sebagian tidak memakai APD dan hanya memakai masker.

Kemudian, dicek suhu tubuh dan alat saturasi oksigen (alat yang dijepit di ujung jari telunjuk).

Baca Juga: Jawab Telak Tuduhan PM Vanuatu di Sidang PBB, Berikut 5 Pernyataan Menohok Sylvany Austin Pasaribu

Dan hal aneh kembali terjadi, ketika temannya yang memiliki suhu 34.2 derajat celsius, tapi justru ditulis 36.2 derajat celsius.

Temennya pun sempat protes, tapi hanya dijawab, 'Ya biarin aja, bu!'.

Tak hanya temannya, Trinity pun sempat protes terkait alat penjepit jari.

"Gue protes karena alat penjepit jari tidak dibersihkan setelah dipakai orang lain. Jawabnya, 'Ya kan nanti ibu pake hand sanitizer!'. Sementara hand sanitizer di situ ditaruh di atas besi yg oglek-oglek dan mencetnya harus pakai jari juga (gak bisa pake siku atau buku jari). Jiaaah!," tulis Trinity.

Setelah itu, dirinya antre lagi di meja kedua yang dibatasi kaca. Surat-surat tadi yang ditunjukan di meja sebelumnya akhirnya diserahkan ke petugas.

Baca Juga: Galang Dana untuk Sahabat yang Meninggal, Seorang Pria Justru Ciptakan Rekor Dunia dengan Bak Sampah

Namun setelah proses penyerahan surat-surat selesai, petugas lagi-lagi tidak memberikan penjelasan ke mana seharusnya dia pergi.

Akhirnya Trinity pun berjalan ke depan hingga sampai di bagian imigrasi. Dia pun kembali dimintai semua surat-surat tadi.

"Setelah baggage claim, kami dicegat 2 tentara. Mereka cek surat-surat dan nanya, 'pulang ke mana?'. Setelah custom, dicegat lagi 2 tentara yang juga meriksa surat2 dan akhirnya gue keluar! Huah! Suasana T3 sepi banget!," tulis Trinity.

Menurut Trinity, cara petugas menangani penumpang bandara layaknya ospek.

Baca Juga: Baru Saja Diadopsi, Kedua Kucing Ini Malah Dijual Terpisah oleh Pemilik Barunya

Dia juga menyarankan, seharusnya ada informasi yang jelas yang bisa diakses semua orang WNI dan WNA tentang bagaimana tata cara masuk Indonesia. Tidak perlu teriak-teriak dan bentak-bentak.

Menurutnya, formulir dan poin pemeriksaan juga terlalu banyak hingga harus berkali-kali dicegat oleh petugas. Padahal seharusnya para petugas bisa meminimalisir kontak.

"Formulir dan point pemeriksaan terlalu banyak, kayak gak percaya aja sampe berkali-kali dicegat. Padahal seharusnya meminimalisasi kontak, tapi ini ketemu orang dan bersentuhan dengan kertas-kertas yang dipegang tangan berkali-kali," tulis Trinity.***

Editor: M Bayu Pratama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x