Begitulah masayarakat Aceh melihat tanaman ganja, terlepas dari pemanfaatan ganja sebagai obat dan temali. Ganja dalam konteks tanaman adalah ibarat laki-laki yang telah memiliki tanggungjawab untuk dapat menjaga keluarganya (tanaman Lainnya) dari bahaya, seperti ancaman kambing liar, lembu, babi hutan dan sampai binatang kecil lainnya.
Bukan hanya itu, sebagai lelaki sejati, Bak lakoe dipercaya dapat menyuburkan tanah sehingga tanaman disekitarnya dapat berkembang dengan baik.
Hal ini dikarenakan Bak Lakoe atau tanaman ganja dapat menyuplai unsur hidrogen dengan maksimal kedalam tanah melalui butiran-butiran kecil yang terdapat pada akarnya dan juga dapat membuat tanah semakin gembur.
Menurut cerita yang berkembang di masyarakat Aceh, ganja dibawa ke Aceh dari India pada akhir abad ke-19. Pada saat yang sama dengan Belanda membuka perkebunan kopi di Dataran Tinggi Gayo.
Baca Juga: Pengurangan Penggunaan Plastik Jadi Prioritas yang Diajukan dalam Musrenbang Tambun Selatan
Mereka memakai ganja sebagai obat alami untuk menghindari serangan hama pohon kopi atau ulat pada tanaman tembakau.
Seiring berjalannya waktu tanaman ganja terus dimanfaatkan sebagai tanaman pelindung untuk tanaman palawija dan tanaman pangan lainnya dari serangan hama.
Inilah yang mengakibatkan sebutan Bak Lakoe popular dari Pantai Barat Selatan sampai seluruh pelosok Aceh.