Durasi Pemakaian Gawai Berlebihan Bisa Memperburuk Keadaan Mata, Dokter Peringatkan Hal Ini

- 20 September 2020, 12:23 WIB
Ilustrasi pemeriksaan mata yang mengalami masalah akibat pancaran radiasi gawai.
Ilustrasi pemeriksaan mata yang mengalami masalah akibat pancaran radiasi gawai. /PIXABAY/

PR BEKASI – Durasi pemakaian gawai di tengah pandemi bagi anak-anak hingga remaja bertambah lama. Ditambah dengan adanya pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Tentu, hal ini menimbulkan kekhawatiran orang tua akan kesehatan mata putra-putrinya.

Terkait hal tersebut, Dokter Spesialis Mata RSUI Anissa Nindhyatriayu Witjaksono, mengatakan penggunaan gawai semisal smartphone atau laptop untuk keperluan belajar tidak akan berdampak secara langsung pada mata (menjadi minus).

Baca Juga: Masih Pra TMMD Reguler Brebes, Prasasti Mulai Dicicil

Namun, dia mengingatkan perlunya pengaturan jarak penggunaannya karena near-work activity yang mempengaruhi perkembangan miopia, akibat adanya kecenderungan untuk melihat benda, termasuk gawai dalam jarak terlalu dekat.

"Penggunaan gadget tidak menjadi masalah sepanjang penggunaan tersebut tidak berlangsung lama," katanya, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara, Minggu, 20 September 2020.

"Namun jika terlalu lama akibatnya dapat membuat mata cenderung menjadi lelah. Hal ini dikarenakan biasanya anak-anak (dan juga orang dewasa) menatap gadget dalam membuat frekuensi berkedip berkurang," ujarnya menambahkan.

Baca Juga: Seperti Manusia, Simpanse yang Ditinggal Orang Tuanya Bisa Alami Depresi Berat

Pada keadaan normal mata manusia, lanjut dia, normalnya berkedip 15 kali per menit. Namun, radiasi gawai bisa menyebabkan orang hanya berkedip 5-7 kali per menit dan inilah yang menyebabkan mata menjadi lelah.

Ada beberapa solusi yang bisa dilakukan, yakni melakukan metode 20-20-20 yakni 20 menit melihat gawai, lalu 20 detik istirahat melihat atap langit-langit atau benda jauh sekitar 6 meter (20 kaki).

Pada anak, Anissa merekomendasikan penggunaan gawai hanya difokuskan untuk keperluan sekolah, sementara untuk aktivitas hiburan sebaiknya dialihkan dengan aktivitas lain.

Baca Juga: Cek Fakta: Elite PKPI Sebut Anies Baswedan Gubernur Bodoh dan Lebih Baik Tidur daripada Urus Jakarta

Hal ini salah satunya demi menghindari terjadinya kelainan refraksi, atau kondisi gambaran benda yang masuk ke dalam mata tidak dapat difokuskan dengan tepat di retina.

Akibatnya, bayangan benda terlihat buram atau tidak tajam.Kelainan refraksi dibagi menjadi tiga yaitu rabun jauh (miopi), rabun dekat (hiperopia) dan astigmatisme (mata silinder).

"Kelainan refraksi merupakan kelainan mata terbanyak di masyarakat, tak terkecuali denga anak anak. Ada beberapa gejala kelainan refraksi pada anak yang dapat menjadi acuan orang tua yaitu pandangan buram, mengernyitkan dahi saat melihat, mendekatkan mata saat membaca dan prestasi di sekolah menurun. Jika anak-anak mengalami salah satu gejala tersebut tentunya orangtua harus segera mewaspadai," tuturnya.

Baca Juga: Rektor IPB Positif Covid-19, Belum Pernah Keluar dari Jabodetabek

Kelainan refraksi disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan atau kebiasaan. Pada faktor lingkungan, dipengaruhi oleh aktivitas luar, jarak baca, dan pencahayaan saat membaca.

Hasil penelitian menunjukan, anak yang memiliki waktu 40 menit bermain di luar per hari dapat mengurangi resiko progresivitas miopia (rabun jauh).***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah