Lawan Jepang, Pengadilan Korea Selatan Menangkan Korban Perbudakan Seksual Perang Dunia II

9 Januari 2021, 16:17 WIB
Ilustrasi dukungan warga Korea Selatan terhadap korban perbudakan seksual Perang Dunia II. /AP News

PR BEKASI - Kasus yang terjadi pada zaman Perang Dunia II masih menjadi perhatian pemerintah Korea Selatan, terutama terkait perbudakan seksual yang terjadi pada masa itu.

Kasus tersebut dinilai telah melanggar hak azasi manusia. Sehingga, pemerintah Korea Selatan mendengarkan memperjuangkan korban perbudakan seksual masa perang di Korea Selatan.

Selanjutnya, pengadilan Korea Selatan berhasil meraih kemenangan secara resmi pertama mereka pada Jumat kemarin untuk melawan pemerintah Jepang.

Pengadilan Distrik Pusat Seoul memerintahkan Jepang untuk memberikan ganti rugi sebesar 100 juta won atau Rp1.2 miliar masing-masing kepada 12 wanita yang diseret dari rumah mereka dan dipaksa bekerja di rumah bordil militer garis depan untuk tentara Jepang selama Perang Dunia II.

Baca Juga: Fadli Zon Resmi Dilaporkan ke Bareskrim karena Like Konten Dewasa

"Bukti, materi yang relevan, dan kesaksian menunjukkan bahwa para korban menderita rasa sakit mental dan fisik yang ekstrim dan tak terbayangkan akibat tindakan ilegal oleh terdakwa. Tetapi tidak ada kompensasi yang diberikan atas penderitaan mereka," kata pengadilan dalam sebuah putusan, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Yonhap pada Sabtu, 9 Januari 2021.

Dalam putusan pertama negara itu, pengadilan menolak klaim Jepang bahwa kasus tersebut harus dibatalkan berdasarkan kekebalan kedaulatan, sebuah doktrin hukum yang memungkinkan sebuah negara kebal dari gugatan perdata di pengadilan asing.

Sementara, pengadilan memandang aturan tersebut tidak boleh diterapkan pada kejahatan yang sistematis terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang.

Menanggapi putusan itu, Wakil Menteri Luar Negeri, Jepang Takeo Akiba memanggil Nam Gwan-pyo, utusan utama Korea Selatan di Tokyo, dan mengajukan protes atasnya. Kemudian, ia mengatakan kepada duta besar bahwa keputusan pengadilan tidak dapat diterima serta kecewa karena pengadilan Seoul menolak konsep kekebalan kedaulatan.

Baca Juga: Sadis! Seorang Pria Ditembak Mati karena Tak Pakai Masker saat Mengunjungi Pemakaman

Dalam konferensi pers, Katsunobu Kato, juru bicara pemerintah, mengatakan Jepang tidak akan mengajukan banding atas keputusan tersebut.

Selanjutnya, Seoul mendesak Jepang untuk segera mengakui terkait peristiwa perbudakan seks di Asia.

Pemerintah Jepang menyatakan bahwa kasus perbudakan seksual ini telah diselesaikan secara permanen melalui perjanjian bilateral pada 2015 lalu dengan pemerintah Korea Selatan saat itu. 

Namun, para korban menilai perjanjian itu tidak memadai, dan merasa tidak ada permintaan maaf yang tulus dari Jepang serta suara mereka diabaikan dalam proses negosiasi.

Baca Juga: Tegang Saat Melawak karena Hanya Berhadapan dengan Soeharto, Miing: Tiga Kali Saya ke Dokter Jantung

Sementara itu, pengadilan memandang bahwa perjanjian tingkat negara bagian, termasuk perjanjian pascaperang 1965 antara Seoul dan Tokyo, tidak mengesampingkan hak para korban untuk mencari reparasi dari Jepang atas kesulitan mereka.

Pemerintah Seoul mengatakan mereka menghormati keputusan pengadilan dan akan berusaha memulihkan kehormatan dan martabat para korban.

Pemerintah Seoul menjelaskan kesepakatan 2015 dengan Tokyo sebagai perjanjian resmi pemerintah ke pemerintah dan menjanjikan upaya untuk melanjutkan kerja sama yang konstruktif dan berorientasi masa depan bagi kedua negara.

Sebelumnya, perkara ini bermula saat para korban mengajukan petisi untuk penyelesaian perselisihan pada Agustus 2013, di mana mereka mengklaim bahwa mereka ditipu atau dipaksa menjadi budak seksual, dan menuntut mereka diberi kompensasi masing-masing 100 juta won atas penderitaan mereka.

Baca Juga: Blak-blakan! Wijin Curhat tentang Gisel hingga Pendapat dari Keluarga: Apapun yang Terjadi I Love Yo

Namun, kasus ini baru bisa dibawa ke pengadilan pada Januari 2016, karena Tokyo belum secara resmi menanggapi korespondensi pengadilan Korea Selatan.

Kemudian, pengadilan mengadakan sidang pertama atas kasus tersebut pada April tahun lalu.

Diketahui bahwa hanya ada lima dari 12 penggugat yang masih hidup. Di Korea Selatan, ada 16 korban selamat yang terdaftar di pemerintah. Adapun menurut sejarawan, ada sekitar 200 ribu korban perbudakan seksual Jepang yang kebanyakan dari Korea.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Yonhap News Agency

Tags

Terkini

Terpopuler