Sempat Berhenti Beroperasi saat Pandemi Diduga Jadi Salah Satu Kemungkinan Jatuhnya Sriwijaya Air

14 Januari 2021, 12:52 WIB
Ilustrasi pesawat Sriwijaya Air. /PMJ News

PR BEKASI - Jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ182 yang membawa 62 orang menambah daftar panjang sejarah kelam penerbangan di Indonesia.

Diketahui bahwa pesawat tujuan Jakarta-Pontianak itu jatuh di Pulau Laki, Kepulauan Seribu pada Sabtu, 9 Januari 2021 sekitar pukul 14.40 WIB.

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengakui bahwa pesawat Sriwijaya Air SJ 182 sempat dikandangkan atau tak beroperasi selama 9 bulan.

Dijelaskan juga bahwa pesawat Sriwijaya Air SJ 182 tersebut telah berada di hanggar selama nyaris setahun lantaran pandemi Covid-19 yang hampir melumpuhkan penerbangan komersial.

Baca Juga: Ceritakan Keinginan Terpendam Syekh Ali Jaber, Mahfud MD Turut Kehilangan: Dia Panggil Saya ‘Ayah’

Sebagaimana diwartakan Pikiran-Rakyat.com dalam artikel berjudul Pakar Menduga Vakumnya Sriwijaya Air SJ 182 Selama Pandemi Jadi Salah Satu Penyebab Jatuhnya Pesawat sebagaimana dikutip dari laman The New York Times pada Kamis, 14 Januari 2021, efek jeda seperti itu mungkin terjadi pada Boeing 737-500 yang berusia 26 tahun.

Para ahli memperingatkan bahwa jatuhnya bisnis perjalanan udara yang terus menerus dapat menimbulkan potensi risiko keselamatan dari pesawat yang tidak berfungsi.

“Ada masalah besar yang mulai muncul dalam hal pemulihan pesawat, ini karena saat tidak digunakan selama sembilan atau 10 bulan, mereka harus tetap beroperasi, jika tidak akan memburuk,” ujar l
Hugh Ritchie, Kepala Eksekutif Aviation Analaysts Internasional, sebuah perusahaan konsultan keamanan udara Australia.

Baca Juga: Media Asing Soroti Strategi Vaksinasi Covid-19 di Indonesia yang Lebih Dulu Suntik Anak Muda

Ritchie menambahkan, masa dormansi menimbulkan beban tambahan untuk inspeksi dan pemeliharaan untuk memperbaiki bagian yang mungkin rusak. Selain itu, pilot yang mungkin tidak aktif selama masa pandemi membutuhkan waktu untuk kembali beradaptasi dengan penerbangan.

“Semua pesawat ini harus dioperasikan kembali secara perlahan, begitu pula dengan pilotnya,” kata Ritchie.

Pelatihan simulator penerbangan merupakan cara yang tepat bagi pilot dalam upaya mempertahankan kamahiran setelah vakum.

Seperti kebanyakan maskapai penerbangan, Sriwijaya Air terpaksa mengurangi operasi selama pandemi Covid-19.

Baca Juga: Ciptakan Lapangan Kerja Tenaga Lokal, RI-China Tingkatkan Kerja Sama Industri hingga Kesehatan

Pada satu titik, maskapai itu hanya mengoperasikan lima dari 18 pesawatnya. Boeing 737-500 yang jatuh tidak beroperasi lagi hingga akhir tahun, menurut Kementerian Perhubungan.

Sang pilot, Kapten Afwan yang menerbangkan Sriwijaya Air SJ 182 diketahui telah menghabiskan sebagian besar waktunya tahun lalu dalam sesi simulator penerbangan untuk menjaga kemampuannya.

Menurut keterangan dari Flightradar24, setelah pesawat kembali beroperasi bulan lalu, Sriwijaya Air SJ 182 diterbangkan dari hanggar di Surabaya ke Jakarta pada 19 Desember 2020.

Pesawat tersebut kemudian melanjutkan layanan penumpang keesokan harinya, yakni pada 20 Desember 2020.

Baca Juga: Pengusaha Dubai Nyatakan Teguh Dukung Donald Trump Seiring Isu Pemakzulan

Juru bicara Flightradar24, Ian Petchenik bahkan menyebutkan pesawat tersebut telah melakukan 132 penerbangan sejak meninggalkan hanggar.

“Kami tidak dapat berbicara apakah penyimpanan mungkin menjadi faktor penyebab kecelakaan itu atau tidak, tetapi penyelidik pasti akan melihat semua kemungkinan skenario. Pembacaan perekam data penerbangan diharapkan segera menemukan penyebabnya,” ujar Petchenik.

Sementara itu, Kepala Eksekutif Sriwijaya Air Jefferson Irwin Jauwena menyatakan bahwa Sriwijaya Air telah menjalani audit independen pada Maret 2020 lalu.

Audit tersebut bertujuan untuk menilai perizinan, manual operasi, suku cadang, manajemen sistem keselamatan dan kualitas, pelatihan awak dan pengawasan pesawat.

Baca Juga: Innalillahi, Sempat Dinyatakan Positif Covid-19 Bulan Lalu, Syekh Ali Jaber Meninggal Dunia

Diketahui, audit tersebut dilakukan melalui program Basic Aviation Risk Standard yang dijalankan Flight Safety Foundation.

KNKT mengatakan sedang mengirim tim yang terdiri dari empat penyelidik dari Amerika Serikat untuk membantu menyelidiki kecelakaan tersebut.

Tim tersebut akan didampingi para ahli dari Administrasi Penerbangan Federal, General Electric dan Boeing.*** (NOPSI MARGA/ PIKIRAN RAKYAT)

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler