Sri Lanka Akan Tutup 1000 Madrasah dan Larang Penggunaan Burkak Atas Alasan Keamanan Nasional

14 Maret 2021, 01:16 WIB
Wanita muslim menggunakan hijab berjalan melewati jl St. Anthony’s Shiren, sehari setelah peristiwa peledakan Bom, Colombo, Sri Lanka, 29 April 2019./ Reuters/ Danish Siddiqui /

PR BEKASI - Sri Lanka akan melarang pemakaian burkak dan menutup lebih dari seribu sekolah Islam (madrasah), sebagai tindakan terbaru yang memengaruhi populasi Muslim minoritas di negara itu.

Menteri Keamanan Publik Sarath Weerasekera mengatakan pada konferensi pers, Jumat, 13 Maret 2021 bahwa dia telah menandatangani sebuah surat kepada kabinet untuk meminta persetujuan yang ditunjukan kepada minoritas muslim.

Dalam surat itu berisi larangan menutup wajah secara penuh yang dikenakan oleh beberapa wanita Muslim dengan alasan "keamanan nasional".

"Pada masa-masa awal kami, wanita dan gadis Muslim tidak pernah mengenakan burkak,” kata dia seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Reuters pada Minggu, 14 Maret 2021.

Baca Juga: Pagar Pembatas Sebuah Universitas Ambruk dari Lantai Empat, 7 Mahasiswa Tewas

Baca Juga: Hotel Beruang Kutub Pertama di Dunia Menarik para Tamu Sekaligus Kecaman Pembela Hak-Hak Hewan

Baca Juga: Janji Sekutu Pulihkan Demokrasi Myanmar Diwarnai Tewasnya 5 Orang saat Peringati Pemberontakan 8888

"Itu adalah tanda ekstremisme agama yang muncul baru-baru ini. Kami pasti akan melarangnya," sambungnya.

Pemakaian burkak di negara mayoritas Buddha untuk sementara dilarang pada 2019 setelah pemboman gereja dan hotel oleh militan Islam yang menewaskan lebih dari 250 orang di sana.

Setahun setelah itu, Gotabaya Rajapaksa, yang terkenal karena menghancurkan pemberontakan selama puluhan tahun di utara negara itu sebagai menteri pertahanan, terpilih sebagai presiden setelah menjanjikan tindakan keras terhadap ekstremisme.

Rajapaksa dituduh melakukan pelanggaran hak yang meluas selama perang, tetapi dia membantah tuduhan itu.

Weerasekera mengatakan pemerintah juga berencana untuk melarang lebih dari seribu madrasah yang menurutnya melanggar kebijakan pendidikan nasional.

Baca Juga: Sebut Langkah Kubu KLB Deli Serdang Semakin Sulit, Jansen Sitindaon: Ini Sudah 2021, tapi Pikiran Masih 2005

"Tidak ada yang bisa membuka sekolah dan mengajarkan apa pun yang Anda inginkan kepada anak-anak," kata dia.

Aturan pemerintah tentang burkak dan sekolah Islam menyusul perintah tahun lalu yang mengamanatkan kremasi bagi mereka yang meninggal akibat Covid-19.

Ini bertentangan dengan keinginan Muslim, yang ingin menguburkan jenazah mereka.

Larangan ini dicabut awal tahun ini setelah mendapat kritik dari Amerika Serikat dan kelompok hak asasi internasional.

Pencabutan itu juga tak terlepas dari peran 57 anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang mengangkat kebijakan kremasi paksa di Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa, pada Februari lalu.

Baca Juga: Bom Mobil Meledak di Afghanistan, 7 orang Tewas dan 50 lainnya Terluka

Ketua Kantor Komisaris Tinggi untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR), Michelle Bachelet, mengatakan kebijakan tersebut dapat menyebabkan penderitaan bagi muslim maupun Kristen.

"Kebijakan kremasi paksa terhadap korban Covid-19 telah menyebabkan penderitaan dan kesusahan bagi komunitas minoritas Muslim dan Kristen," kata dia seperti dikutip dari Aljazera.

Kelompok Muslim pada bulan Februari juga mengadakan protes besar-besaran di luar kantor presiden yang menyerukan agar larangan penguburan dicabut.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: REUTERS

Tags

Terkini

Terpopuler