PR BEKASI - Ikut berperan dalam kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Palestina, pejabat pemerintah AS satu persatu akan melakukan kunjungann ke dua negara yang berseteru tersebut.
Seperti yang dilakukan oleh Menteri Luar Negeri AS, Antony John Blinken yang akan berkunjung ke kedua negara tersebut pada 26-27 Mei 2021.
Meski begitu, Departemen Luar Negeri belum merilis rincian lengkap rencana perjalanan Antony Blinken.
Baca Juga: Para Analis dan Pejabat Puji Kemampuan Hamas Hadapi Israel: Kami Sangat Terkejut
Tetapi dikabarkan anak buah Joe Biden tersebut juga akan mengunjungi Mesir dan Yordania, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com melalui Al Jazeera, Minggu, 23 Mei 2021.
Perjalanan tersebut dilakukan setelah Mesir ikut membantu menengahi gencatan senjata untuk mengakhiri serangan Israel di Gaza yang menewaskan sedikitnya 248 warga Palestina.
Kunjungan tersebut terjadi di tengah tekanan yang meluas terhadap pemerintahan Joe Biden, termasuk dari legislator progresif di Partai Demokrat yang meminta untuk menekan Israel agar mengakhiri serangan militernya di Gaza.
Joe Biden memuji gencatan senjata yang diumumkan
Jumat, 21 Mei 2021 lalu.
Meski begitu Amerika Serikat menegaskan sepenuhnya mendukung hak Israel untuk mempertahankan diri dari serangan roket tanpa pandang bulu yang dikirimkan Hamas.
Antony Blinken juga memiliki peran dalam panggilan teleponnya dengan Menteri Luar Negeri Israel Gabi Ashkenazi untuk menyambut baik gencatan senjata tersebut serta upaya mediasi Mesir untuk mencapai kesepakatan tersebut.
Juru bicara departemen Ned Price mengatakan, Blinken akan bertemu perwakilan Israel, Palestina, dan pemerintahan regional dalam beberapa hari mendatang.
Baca Juga: PBB Prihatin Dampak Serangan Israel Terhadap Palestina, Ratusan Ribu Warga Gaza Tak Miliki Akses Air
Tujuannya untuk membahas upaya pemulihan dan bekerja sama membangun masa depan yang lebih baik bagi Israel dan Palestina selama kunjungannya ke wilayah tersebut.
"Pertanyaan yang lebih besar untuk kunjungan Blinken adalah, apakah ini mengubah perhitungan pemerintahan Biden," kata James Bays dari Al Jazeera.
Sejak menjabat di Januari 2021, Biden dan para pejabat tingginya telah berusaha untuk tidak memprioritaskan masalah Israel-Palestina.
Hal itu dilakukan di tengah serangkaian prioritas kebijakan luar negeri lainnya, termasuk penarikan pasukan AS dari Afghanistan dan upaya untuk bergabung kembali dengan kesepakatan nuklir Iran.
Baca Juga: Cek Fakta: Palestina-Israel Gencatan Senjata, Benarkah Warga Papua Malah Konvoi Bendera Israel?
"Akankah mereka sekarang mengubahnya dan memfokuskan kembali pada negosiasi antara Israel dan Palestina dan AS secara aktif mengejar mereka?" ucap Bays.
Selain itu, para kritikus mempertanyakan pendekatan yang dilakukan pemerintahan Joe Biden selama konflik kedua negara tersebut.
Ketika saat itu Joe Biden mendesak secara terbuka Israel setelah negara itu menerima hampir 4 miliar dolar AS atau setara Rp57,4 triliun bantuan militer AS setiap tahunnya daripada mengejar diplomasi di belakang layar.
Anggota parlemen progresif juga mendorong untuk membatalkan penjualan senjata senilai 375 juta dolar ke Israel atau setara Rp5,3 triliun.
Sultan Barakat dari Institut Studi Pascasarjana Doha mengatakan kepada Al Jazeera bahwa dalam agenda kebijakan luar negeri AS saat ini sedikit bergeser, sebagian didorong oleh fokus Demokrat pada kebijakan luar negeri yang etis.
“Tentu ini ujian yang sangat sulit,” kata Barakat.
“Jika mereka mulai dengan konflik ini, dan mereka tidak mampu membela hak asasi manusia, maka mereka akan benar-benar ditakdirkan selama bertahun-tahun yang akan datang,” ujarnya.***