Viral Manusia Hand Sanitizer, Saudi Aramco Dituduh Permalukan Pekerja Asing di Tengah Kepanikan Virus Corona

12 Maret 2020, 15:42 WIB
MANUSIA Hand Sanitizer, beredarnya beberapa foto yang ini menimbulkan banyak kecaman terhadap Saudi Aramco yang dituduh mengekspoitasi pekerja asing.* /Middle East Eye/

PIKIRAN RAKYAT - Manusia Hand Sanitizer, beredar sebuah foto yang memperlihatkan seorang pekerja asing yang bejalan di sekitar aula perusahaan minyak Saudi Aramco.

Orang tersebut mengenakan alat semacam dispenser hand sanitizer berukuran besar. Atas kejadian ini, perusahaan tersebut dikecam sebagai bentuk rasis dan eksploitatif.

Beberapa foto yang menjadi viral pada, Selasa malam, seorang pekerja mengenakan masker dan sebuah kotak yang mengeluarkan sanitizer tangan tampak mendekati staf di lobi dan di luar perimeter salah satu perusahaan minyak besar tersebut.

Meskipun foto itu tidak ditandai secara geografis, bagian dalam salah satu ruangannya mirip dengan kantor Aramco di Dhahran.

Baca Juga: Prabowo-Puan Maharani Kandidat Kuat Pasangan pada Pilpres 2024 

Dikutip Pikiranrakyat-bekasi.com dari Middleeasteye, pada Kamis, 12 Maret 2020, dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Selasa malam lalu, Aramco menghindar dari tuduhan tersebut dan menyebut itu hal yang "kasar".

Pihaknya juga menambahkan itu hal itu hanya ingin menyoroti pentingnya sterilisasi tangan.

"Perusahaan telah segera menghentikan tindakan ini dan telah mengambil langkah-langkah untuk mencegah hal itu terjadi lagi," katanya.

Beberapa pengguna Twitter menggambarkan itu sebagai "perbudakan modern", sementara tweet asli yang beredar bernada sarkastik menyatakan, "Kelas Teluk, hadiah dari Aramco".

Ada juga yang menanggapi hal tersebut dengan komentar ketidaksetujuannya terhadap adanya "Manusia Hand Sanitizer".

Baca Juga: Tom Hanks Mengaku Positif Terjangkit Virus Corona Menjelang Produksi Film Tentang Elvis Presley di Australia 

"Saya ingat perkataan dari Ghazi al_qusibi, "satu-satuya hal yang tidak dapat dipelajari di universitas adalah etika". Saya mencari perlindungan Tuhan dari eksploitasi manusia. Ini menyakiti hati saya," tulis akun Twitter, @_iSarh20 pada Rabu, 11 Maret 2020.

Sejak meluasnya virus corona, banyak yang menyoroti isu peningkatan rasisme yang menargetkan kaum minoritas.

Wabah virus corona, yang secara resmi dikenal sebagai COVID-19, berasal dari Tiongkok pada bulan Desember lalu, di mana dilaporkan telah menewaskan lebih dari 3.100 orang.

Korban kematian global dari virus corona menyentuh angka lebih dari 4.300, dengan lebih dari 113.000 kasus dikonfirmasi di 110 negara, menurut WHO.

Baca Juga: Viral, Pria Belgia Iseng Usapkan Air Ludahnya ke Pegangan Kereta di Tengah Wabah Virus Corona 

Virus ini menyebar sangat cepat dalam dua minggu terakhir. Kasus pertama di wilayah ini tercatat di Uni Emirat Arab dari keluarga Tiongkok yang transit di negara itu.

Kasus-kasus lain kemudian muncul di Iran dan negara-negara yang berbatasan dengannya.

Sementara itu, Arab Saudi akan meningkatkan pasokan minyak mentahnya ke rekor tertinggi, membanjiri pasar karena terus meningkatkan perang perdagangan dengan Rusia.

Kerajaan akan meningkatkan pasokannya ke jumlah yang belum pernah dicapai sebelumnya, yakni sebesar 12,3 juta barel per hari pada bulan April mendatang, kata Amin Nasser, CEO Saudi Aramco, dalam sebuah pernyataan.

Kepala perusahaan minyak negara mengatakan bahwa ini akan menempatkan produksi minyak "300.000 barel per hari di atas kapasitas berkelanjutan maksimum perusahaan 12 juta barel per hari," katanya.

Baca Juga: Pemkot Bekasi Laporkan Perkembangan Terbaru, 30 Orang Suspect Virus Corona 

Arab Saudi telah berulang kali dikecam karena perlakuan terhadap pekerja asingnya.

Tahun lalu, Bangladesh mengakui bahwa pekerja perempuan dipulangkan dari kerajaan setelah mengalami pelecehan seksual dan fisik.

Aktivis dan LSM sebelumnya telah meningkatkan kesadaran tentang nasib pekerja di wilayah Teluk yang mengalami pelecehan fisik dan verbal di tangan majikan mereka.***

 

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Middle East Eye

Tags

Terkini

Terpopuler