Kutuk Standar Ganda Terhadap Konflik Rusia-Ukraina, Berikut Kata Oposisi Suriah

7 Maret 2022, 07:36 WIB
Oposisi Suriah kutuk standar ganda yang dilakukan negara-negara Barat terkait reaksi mereka pada serangan Rusia ke Ukraina dengan pemboman yang dilakukan oleh Rusia di Suriah. / Ali Hashisho/REUTERS

PR BEKASI – Oposisi Suriah dilaporkan telah mengutuk standar ganda yang dilakukan oleh negara-negara Barat.

Hal itu terkait reaksi yang mereka berikan terhadap serangan Rusia ke Ukraina dibandingkan dengan pemboman yang dilakukan oleh Rusia di Suriah.

Tak hanya itu, mereka juga merasa mendapatkan perlakuan berbeda dari negara-negara Barat terhadap pengungsi kedua negara.

Baca Juga: Jawa Barat Ditetapkan Sebagai Sentra Pembinaan Atlet, Menpora Apresiasi Raihan Juara Umum Beruntun

Hal tersebut dikatakan oleh kepala Komisi Negosiasi oposisi Suriah, Anas Al Abdah yang mengaku kecewa atas perbedaan negara-negara Barat dalam melakukan pendekatan untuk membantu pemerintah Ukraina dan oposisi Suriah.

Dirinya menyatakan bahwa oposisi Suriah menentang keras serangan tidak manusia yang diperintahkan oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin Ke Ukraina.

"Kami mendukung perlindungan Ukraina dari senjata Presiden Rusia Vladimir Putin,” katanya.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Taurus Senin 7 Maret 2022: Anda Akan Memulai Sebuah Transformasi Penting

Namun, Al Abdah kecewa terhadap negara-negara Barat karena mereka terkesan menerapkan standar ganda terhadap konflik di dua negara tersebut.

“Akan tetapi kami menentang sikap media serta publik Barat yang bermuka dua dan kasar ini. Pembunuhan seseorang tidak boleh ditoleransi, terlepas dari kebangsaan atau kepercayaan korban," tambahnya.

Dirinya kemudian membandingkan reaksi masyarakat internasional terhadap konflik yang terjadi di Suriah dan Ukraina.

Baca Juga: Cek Fakta: Beredar Kabar Pandemi Covid-19 Dicabut di Indonesia, Simak Kebenarannya

"Di Suriah, ada pembantaian seluruh rakyat di depan mata dunia dan dengan keterlibatan internasional, sementara di Ukraina, seluruh dunia Barat sedang mencoba untuk melindunginya dan orang-orangnya," katanya kecewa.

Pada akhirnya, dia bersikeras bahwa serangan Rusia ke Ukraina yang dimulai sejak minggu lalu difasilitasi oleh izin negara-negara Barat untuk membombardir Suriah selama bertahun-tahun.

Al-Abdah juga memperingatkan bahwa serangan yang dilakukan oleh Rusia dapat dapat menimbulkan konflik yang semakin jauh meluas.

Baca Juga: One Piece 1043, Nama Asli Buah Iblis Luffy Terungkap, Kekuatan Gomu Gomu no Mi Bukanlah Karet

Barat memberi Rusia dukungan langsung dan tidak langsung untuk melakukan serangan baru yang mungkin tidak berhenti di perbatasan Ukraina.

"Ini adalah kegagalan terbesar yang bisa dialami oleh kepemimpinan negara manapun," katanya.

Dirinya juga mengkritik sikap negara di Eropa dalam memperlakukan pengungsi dari Ukraina dan Suriah.

Baca Juga: Kabar Gembira, Arab Saudi Hapus Aturan Terkait Pembatasan Covid-19

"Negara-negara Eropa telah membuka pintu mereka untuk pengungsi Ukraina dan memberi mereka hak-hak tertentu, sementara pengungsi Suriah malah terus-menerus didorong kembali dan diserang oleh petugas selama sedekade terakhir,” katanya.

Menurutnya, media arus utama Barat pada akhirnya terlibat dalam kriminalisasi pengungsi Suriah dengan menuduh oposisi Suriah sebagai organisasi teroris.

"Negara-negara Barat sepenuhnya menyadari informasi yang salah dan upaya untuk menstigmatisasi oposisi Suriah dan rakyat Suriah dengan terorisme dan mereka tetap diam tentang hal itu,” katanya.

Baca Juga: Info Loker Maret 2022: PT Duta Listrik Graha Prima Buka Lowongan Pekerjaan, Simak Posisi yang Dibutuhkan

“Situasi ini merugikan kami dalam melawan rezim Bashar Al Assad yang merupakan perjuangan kami untuk kebebasan kami dan masa depan negara kami," tambahnya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Middle East Monitor.

Setelah Rusia melancarkan serangan ke Ukraina, rezim Bashar Al Assad segera menyatakan dukungan untuk Vladimir Putin.

Sementara oposisi Suriah mengumumkan dukungannya untuk Ukraina dan kedaulatannya serta mengutuk serangan Rusia yang sama dialami oleh mereka.***

Editor: Dini Novianti Rahayu

Sumber: Middle East Monitor

Tags

Terkini

Terpopuler