Cacar Monyet Jadi Ancaman Baru Bagi Penduduk Dunia, WHO Jelaskan Kemungkinan Soal Mutasi Virusnya

19 Juni 2022, 09:24 WIB
Ilustrasi cacar monyet. /Pixabay/geralt

PR BEKASI - Di tengah pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya hilang, muncul penyakit yang disebabkan oleh virus cacar monyet.

Virus cacar monyet kini menjadi ancaman baru bagi penduduk di dunia.

Kasus cacar monyet telah ditemukan di sejumlah negata di benua Eropa hingga Australia.

Monkeypox atau cacar monyet merupakan penyakit akibat virus yang ditularkan melalui binatang (zoonosis).

Baca Juga: Jumlah Kasus Cacar Monyet di Kanada Mendekati 100 Orang

Dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari kemke.go.id, Virus monkeypox merupakan anggota genus Orthopoxvirus dalam keluarga Poxviridae.

Terkait penyebarannya, virus cacar monyet pertama kali ditemukan di Denmark pada 1958.

Sedangkan pada manusia baru ditemukan pada 1970 di Republik Demokratik Kongo.

Virus tersebut diketahui muncul di banyak spesies hewan, diantaranya monyet, tikus Gambia dan tupai.

Menurut penelitian, penularan virus cacar monyet antar manusia bisa melalui kontak dengan sekresi pernapasan, lesi kulit dari orang terinfeksi atau benda yang terkontaminasi.

Baca Juga: Terkait Menyebarnya Cacar Monyet ke Seluruh Dunia, Menkes: Belum Terdeteksi di Indonesia

Gejala cacar monyet diawali dengan demam, sakit kepala hebat, limfadenopati (pembengkakan kelenjar getah bening), nyeri punggung, nyeri otot dan lemas.

Untuk mencegah penyebaran virus yang semakin luas, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bekerja sama dengan negara-negara yang terkena dampak untuk memperluas pengawasan.

Meski belum ditemukan di Indonesia, WHO menyebutkan bahwa tidak ada penelitian yang membuktikan virus tersebut bisa bermutasi.

Dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari Reuters, Kepala sekretariat cacar yang merupakan bagian dari Program Darurat WHO, Rosamund Lewis memberikan penjelasannya.

Menurutnya mutasi virus cacar monyet cenderung lebih rendah.

"Ini adalah situasi yang dapat dikendalikan, khususnya di Eropa. Tapi kita tidak bisa mengabaikan apa yang terjadi di Afrika, di negara-negara endemik," kata Maria van Kerkhove, pemimpin penyakit dan zoonosis WHO.***

Editor: Nicolaus Ade Prasetyo

Sumber: Reuters Kemkes.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler