Aktivis Perempuan Afghanistan Ungkap Kekecewaan pada Taliban Soal Hak Perempuan di Sidang Umum PBB

- 22 September 2021, 13:23 WIB
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bertemu mengenai situasi di Afghanistan di di Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York City, New York, AS, 16 Agustus 2021. Aktivis perempuan asal Afghanistan ungkap kekecewaan pada Taliab soal hak perempuan di Sidang Umum PBB.
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bertemu mengenai situasi di Afghanistan di di Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York City, New York, AS, 16 Agustus 2021. Aktivis perempuan asal Afghanistan ungkap kekecewaan pada Taliab soal hak perempuan di Sidang Umum PBB. /Andrew Kelly/Reuters

 

PR BEKASI - Sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) kali ini tidak lupu dari pembahasan soal kondisi Afghanistan.

Diketahui bahwa Afghanistan tengah menjadi sorotan internasional sejak diambil alih oleh kelompok Taliban.

Selanjutnya, aktivis dan musisi asal Afghanistan Sonita Alizadeh memperingatkan peserta Sidang Umum PBB untuk tidak mudah percaya terhadap ucapan Taliban soal hak-hak perempuan.

Menurutnya, komunitas internasional perlu bergerak segera mendesak Taliban untuk menghormati hak-hak perempuan di Afghanistan dibanding menunggu mereka menepati janji soal hak perempuan.

Baca Juga: Buru-buru Tarik Pasukannya dari Afghanistan, AS Khawatirkan Ancaman Al Qaeda

Sejak Taliban menguasai Afghanistan, kebijakan lama termasuk mengenai hak perempuan diubah sesuai dengan kebijakan
Takliban.

"Jangan mau tertipu oleh topeng yang ditunjukkan Taliban di berita. Kita tidak punya waktu (untuk menunggu)," ujar Alizadeh saat mengikuti Majelis Umum PBB secara virtual, dikutip dari Reuters, Selasa waktu setempat, 21 September 2021.

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Reuters pada Rabu, 22 September 2021, saat mengambil alih pemerintahan Afghanistan pada Agustus lalu, Taliban berjanji akan berubah dibanding pemerintahan mereka pada periode 1996-2001 lalu.

Beberapa janji mereka adalah pemerintahan yang lebih inklusif, terbuka, dan menghormati hak-hak asasi warga Afghanistan terutama perempuan.

Baca Juga: Presiden Brasil Belum Divaksin Covid-19, Terpaksa Makan di Pinggir Jalan New York Usai Hadiri Sidang Umum PBB

Perempuan, pada pemerintahan awal Taliban di Afghanistan, dibatasi hak-haknya.

Mereka tidak bebas bekerja, bersekolah, dan bahkan ada yang dilarang untuk keluar rumah seorang diri.

Ketika Taliban mengambil alih Afghanistan lagi, perempuan-perempuan setempat khawatir hal itu terulang.

Namun, realita yang terjadi di lapangan membuktikan kekhawatiran tersebut.

Kini Taliban tidak menempatkan satupun figur perempuan di pemerintahan.

Baca Juga: BTS Bawa Pesan Harapan untuk Generasi Mendatang, Persembahkan 'Permission To Dance' di Markas PBB

Tak hanya itu, di sekolah, Taliban juga melakukan pemisahan gender murid untuk melangsungkan pembelajaran.

Selain itu, sektor di mana perempuan boleh belajar ataupun bekerja juga dibatasi menjadi sektor medis dan pendidikan.

Adapun Taliban berdalih bahwa kebijakan yang mereka buat saat ini mengacu pada Syariat Islam.

Sementara itu, Alizadeh melanjutkan dengan meminta komunitas internasional untuk tidak mengakui pemerintahan Taliban di Afghanistan hingga hak-hak perempuan dipenuhi.

Baca Juga: BTS Sampaikan Pesan 'Covid Lost Generation' di Sidang Umum PBB, Jadi Perwakilan Korea Selatan

Di luar isu hak-hak perempuan, Taliban juga perlu memenuhi hak-hak warganya untuk mendapat akses ke internet.

"Kita semua tahu apa yang perlu dilakukan. Pertanyaan besarnya, siapa yang berani mendorong itu diwujudkan?" ujar Alizadeh.

Bulan lalu, Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa keinginan Taliban untuk diakui secara internasional adalah satu-satunya daya tawar untuk mendorong pengakuan terhadap hak-hak perempuan.

Tanpa pengakuan internasional, Taliban tidak akan diterima di event-event internasional ataupun mendapat bantuan dana dari lembaga-lembaga moneter dengan mudah.***

Editor: Rinrin Rindawati

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x