"Dalam lebih dari 20 tahun karier saya, saya belum menyaksikan tindakan yang mengerikan dan brutal," kata Dr Hassan Kamel Direktur Rumah Sakit Anak Ataturk di Kabul.
Baca Juga: Tolak Permintaan AS Soal Virus Corona, Tiongkok: Sampel Telah Dihancurkan demi Keamanan Bersama
Pascaserangan itu, pada hari yang sama setidaknya 32 orang tewas dalam serangan bom bunuh diri pada pemakaman di Provinsi Timur Nangarhar.
Serangan bom bunuh diri itu mengancam akan menggagalkan kemajuan menuju pembicaraan damai yang diperantarai Amerika Serikat (AS) antara Taliban dan pemerintah Afghanistan.
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mengutuk serangan itu dan memerintahkan militer untuk beralih ke mode ofensif dan bukan taktik pertahanan yang diadopsi, sementara pasukan AS ditarik dari negara itu setelah perang yang panjang dan tidak berujung.
Baca Juga: Berencana Antarkan Bantuan Covid-19 ke Papua, Ini Profil Pilot Wanita yang Tewas di Danau Sentani
Taliban, kelompok garis keras utama, telah membantah keterlibatan dalam kedua serangan itu, meski pun kepercayaan diantara para pejabat dan masyarakat luas terhadap kelompok itu semakin menipis.
Kelompok Negara Islam atau ISIS menjadi satu-satunya tersangka, mereka pada akhirnya mengaku berada di balik aksi bom bunuh diri di Provinsi Nangarhar.
Muhammadi ibu mertua Zainab mengatakan dia melihat salah satu penyerang menembaki wanita hamil dan ibu yang baru melahirkan, bahkan ketika mereka meringkuk di bawah ranjang rumah sakit.
Baca Juga: The Silent People, Potret 'Seram' Orang-orangan Sawah yang Mendadak Viral Usai Muncul di Google Maps