Setelah sembilan bulan beristirahat karena pandemi COVID-19, delegasi dari pemerintahan Suriah, pihak oposisi dan kelompok masyarakat sipil melanjutkan pembicaraan hanya beberapa jam setelah ledakan.
Mereka membicarakan kemungkinan adanya konstitusi baru, yang menurut PBB merupakan “pembuka pintu” potensial untuk penyelesaian akhir dari perang sipil yang telah berlangsung selama sembilan tahun tersebut.
Baca Juga: Lewat Lelang Telepon Enam Menit, Kacamata Mahatma Gandhi Berhasil Terjual Rp5 Miliar
Utusan PBB dari Suriah, Geir Pedersen menjadi tuan rumah untuk tiga tim beranggotakan 15 orang tersebut selama satu minggu guna mengumpulkan kekuatan besar secara regional dan dunia, termasuk Iran, Rusia, Turki, dan Amerika diharapkan untuk hadir.
Sejauh ini, proses yang dipimpin PBB tersebut telah menghasilkan beberapa hasil konkret,tetapi gencatan senjata sepertinya nyaris tidak akan berlaku di daerah Idlib. Minggu lalu Geir mengatakan bahwa dia berharap untuk membangun “Kepercayaan dan keyakinan”.
Ledakan yang terjadi pada senin pagi ini hanya menegaskan perlunya resolusi atas konflik Suriah yang telah menewaskan lebih dari 400.000 orang dan menghancurkan berbagai infrastruktur energi negara tersebut.
Baca Juga: Diyakini Ulah ISIS, Dua Bom Guncang Filipina yang Tewaskan 9 Orang dan Puluhan Lainnya Luka-luka
Tidak ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan senin ini, sama seperti berbagai aksi sabotase beberapa tahun silam yang terjadi pada infrastruktur minyak dan gas Suriah.
Tahun lalu ISIS dikalahkan oleh Suriah, namun para militan masih aktif dan mengklaim beberapa serangan selama beberapa bulan terakhir yang membunuh sejumlah pasukan pemerintah serta anggota pasukan demokrat Suriah yang didukung Amerika.
Pada Desember lalu, serangkaian serangan pesawat tanpa awak diduga melanda tiga pemerintahan yang menjalankan instalasi minyak dan gas di pusat Suriah satu persatu.