Ilmuwan Sebut Hasil Uji Klinis Vaksin Sputnik V Buatan Rusia Tidak Tunjukkan Efek yang Serius

- 5 September 2020, 09:43 WIB
Ilustrasi vaksin Covid-19 buatan Rusia, Sputnik V
Ilustrasi vaksin Covid-19 buatan Rusia, Sputnik V /Pixabay/.*/Pixabay

 

PR BEKASI – Vaksin Sputnik V buatan Rusia yang merupakan vaksin untuk Covid-19 disebut bisa menghasilkan antibodi penetral yang tercatat 1.4 hingga 1.5 kali lebih tinggi dibandingkan antibodi yang muncul pada pasien sembuh dari penyakit infeksi virus SARS-CoV-2 tersebut.

Hal tersebut diungkapkan oleh Institut Gamaleya selaku pengembang vaksin Covid-19 Rusia berdasarkan hasil uji klinis tahap I dan II yang dipublikasikan di jurnal medis The Lancet kepada media virtual pada Jumat, 4 September 2020.

“Dalam riset imunogenesitas (kemampuan zat asing memicu respons imun) vaksin ini, kami berhasil menunjukkan bahwa 100 persen relawan memperlihatkan respons imunitas humoral dan selular,” tutur Irina Dolzhikova yang merupakan peneliti Gamaleya.

Baca Juga: Alami Pasang Surut, Simak Harga Kebutuhan Pokok di Jawa Barat Hari Ini, Sabtu, 5 September 2020

Dia menjelaskan bahwa hasil uji klinis tersebut juga menunjukkan tidak adanya efek serius yang terjadi.

Adapun efek yang timbul kebanyakan ringan atau sedang, dan muncul karena nyeri suntukan, hipotermia, sakit kepala, atau nyeri otot.

“Kami dapat menunjukkan bahwa level efek ketidakcocokan serius pada kandidat vaksin lainnya berada pada angka 1 sampai 25 persen. Sementara berdasarkan uji klinis yang kami lakukan, tidak ada satupun efek ketidakcocokan serius yang tercatat,” tutur Irina.

Baca Juga: Jazuli Juwaini Protes Ucapan Menag yang Sebut Radikalisme Masuk Melalui Anak Good Looking dan Hafidz

“Kami juga mampu menghasilkan respons sel T, dan dengan begitu kami bisa menyatakan bahwa vaksin kami memungkinkan pembentukan respons imun secara penuh. [...] sehingga dapat disebut bahwa vaksin ini aman,” ucapnya menambahkan.

Sputnik V adalah vaksin Covid-19 pertama di dunia yang mendapatkan pengesahan dari pemerintah, Vladimir Putin selaku Presiden Rusia mengumumkan hal tersebut pada 11 Agustus, setelah uji klinis dijalankan hanya dalam waktu kurang dari dua bulan.

Sejumlah pihak sempat meragukan vaksin tersebut, dan menyebut hal itu teralu terburu-buru untuk mendapatkan persetujuan otoritas sementara uji klinis pun masih berlangsung, serta tidak ada data riset yang dipublikasikan ketika itu.

Baca Juga: Lapisan Es di Antartika Terus Mencair, Ilmuwan Sebut Kehidupan di Bumi Semakin Terancam

Dalam pemaparan media yang sama, dr. Alexander Gintsburg selaku Direktur Institut Gamaleya menyebutkan bahwa mengikuti aturan yang berlaku di Rusia, maka publikasi data penelitian baru dilakukan setelah beberapa lama usai uji klinis tahap I dan II selesai.

“Menurut peraturan Rusia, mempublikasikan laporan (penelitian uji klinis) di jurnal internasional dianggap etis hanya jika produk (hasil penelitian) telah terdafar di negara ini,” kata Alexander.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah