Peneliti Australia Dibuat Kaget, Ternyata Ada 380 Fasilitas Penahanan Muslim Uighur di Xinjiang

- 25 September 2020, 20:29 WIB
Beijing akui kamp Xinjiangnya sebagai pusat pelatihan kejuruan.
Beijing akui kamp Xinjiangnya sebagai pusat pelatihan kejuruan. /Daily Mail

PR BEKASI - Ternyata jaringan pusat penahanan Tiongkok di wilayah barat laut Xinjiang jauh lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya dan telah diperluas dalam beberapa tahun terakhir.

Institut Kebijakan Strategis Australia mengatakan, telah teridentifikasi lebih dari 380 fasilitas penahanan yang dicurigai di wilayah itu.

Beijing, Tiongkok diyakini telah menahan lebih dari satu juta Muslim Uighur dan penduduk yang sebagian besar berbahasa Turki.

Jumlah fasilitas tersebut sekitar 40 persen lebih besar dari perkiraan sebelumnya. Menurut peneliti Australia, ini terus bertambah meskipun Tiongkok mengklaim bahwa banyak Muslim Uighur yang telah dibebaskan.

Baca Juga: Mantan Tim Mawar Masuk ke Kemenhan, Amnesty International Indonesia: Pemerintah Salah Langkah! 

Itu terjadi setelah penelitian lain mengatakan Tiongkok memaksa lebih dari 500.000 orang Tibet ke dalam pusat pelatihan bergaya militer sebagai kamp kerja paksa.

Beijing akui kamp Xinjiangnya sebagai pusat pelatihan kejuruan untuk memberikan pendidikan untuk membantu penduduk keluar dari kemiskinan dan untuk menyingkirkan radikalisme Islam.

Tetapi kelompok hak asasi manusia, akademisi, dan jurnalis telah mengekspos tindakan keras terhadap Muslim Uighur dan Kazakh di Xinjiang.

Termasuk penahanan massal, sterilisasi paksa, kerja paksa, dan pembatasan kegiatan agama.

Baca Juga: Mantan Tim Mawar Masuk ke Kemenhan, Amnesty International Indonesia: Pemerintah Salah Langkah! 

Dengan menggunakan citra satelit, saksi mata, laporan media, dan berbagai dokumen resmi, institut tersebut mengatakan, setidaknya ada 61 lokasi penahanan yang sedang dalam konstruksi dan perluasan baru antara Juli 2019 hingga Juli 2020.

Anggota parlemen AS baru-baru ini memilih untuk melarang impor dari Xinjiang  karena adanya penggunaan kerja paksa tersebut.

Beijing baru-baru ini menerbitkan buku putih yang membela kebijakannya di Xinjiang, dikatakannya sebagai program pelatihan, skema kerja, dan pendidikan berguna untuk peningkatan mutu kehidupan.

Mereka membela apa yang disebutnya pelatihan yang diperlukan untuk membasmi ekstremisme.

Baca Juga: Geser Jack Ma, Juragan Air Kemasan yang Tak Lulus SD Ini Jadi Orang Terkaya di Tiongkok 

Beijing secara terus-menerus telah mendapat kecaman Internasional atas kebijakannya di wilayah tersebut.

Berbagai kelompok hak asasi manusia mengatakan, sebanyak satu juta Muslim Uighur ditahan di kamp-kamp interniran.

Dewan Perwakilan Rakyat AS pada Selasa, 22 September 2020 telah memutuskan untuk melarang impor dari wilayah Xinjiang, Tiongkok.

Mereka bersumpah untuk menghentikan apa yang anggota parlemen katakan sebagai kerja paksa sistematis oleh pihak Xinjiang.

"Tragisnya, hasil kerja paksa sering berakhir dengan pengangguran dan toko-toko lusuh," kata Ketua DPR AS, Nancy Pelosi.

Baca Juga: Jalani Hidup Jadi Model Majalah Dewasa, Perempuan Ini Tewas Mengenaskan Saat Akan Jalani Pemotretan 

"Kita harus mengirim pesan yang jelas ke Beijing, pelanggaran ini harus diakhiri sekarang," ucapnya

Penelitian yang dilakukan oleh Jamestown Foundation menunjukkan bahwa petani dan penggembala menjadi sasaran yang akan dimasukkan ke dalam program tenaga kerja serupa dengan yang digunakan terhadap Muslim Uighur di Xinjiang.

Mereka memperingatkan, tindakan tersebut dapat beresiko menghilangkan warisan budaya di wilayah tersebut.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Daily Mail


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x